Model-Model Pembelajaran
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang
penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa
efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang
diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar
yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.
Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi
proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya,
peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi
(material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor
proses belajar.
Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu
orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role
Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai
kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas
mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
3. Guru dapat
mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
4. Permainan merupakan
pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan
metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi
berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan
yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa
untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan
bertindak kreatif.
3. Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan
mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
7. Dapat membuat
pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok
bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah
kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan
pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan
tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
pemecahan masalah.
4. Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan
pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan
baik.
2. Dilatih untuk
dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh
dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang
malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan
banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata
pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja
berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi
siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan
wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa
menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran,
semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
* Melatih
pendengaran, ketelitian / kecermatan.
* Setiap siswa
mendapat peran.
* Melatih
mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
* Hanya digunakan
untuk mata pelajaran tertentu
* Hanya dilakukan
dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada
dua orang tersebut).
Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang
berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian
memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar
tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai
menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana
setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak
guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi
dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan
tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
4. Guru memanggil
salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama
mereka.
5. Tanggapan dari
teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
* Setiap siswa
menjadi siap semua.
* Dapat melakukan
diskusi dengan sungguh-sungguh.
* Siswa yang
pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
* Kemungkinan
nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
* Tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru
Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode
yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode
ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang
menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan
minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang
telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas
secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode
investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah
masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa
selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada
tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi
kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan
dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi
yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat
dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi
dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi
yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi
siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa
sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari
masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama
membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga
orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas
kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b)
merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota
kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok
masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya
juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk
menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara
keseluruhan.
Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam
pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan
belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan
ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena
akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat
game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang
anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau
etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja
dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada
setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah
mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga
siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,
masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika
rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan
“Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang
pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan
pelajaran.
3. Guru memberi
tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu
menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
4. Guru memberi
kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.
5. Memberi
evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan
contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan
gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan
gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi
petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa
gambar.
4. Melalui diskusi
kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat
pada kertas.
5. Tiap kelompok
diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari
komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh
gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang
yang dalam bahasa Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri
diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan
profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik
mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama
ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap
perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan
dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2)
kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar
terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses
pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti
tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah
mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap
pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam
tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran
berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/
pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa,
sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/
Model Pembelajaran ARIAS
Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah
satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima
komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction
yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.
Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu
salah satu SD negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri
di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di
lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang
positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan
hasil percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.
Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa,
ARIAS, kegiatan pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah
rendahnya hasil belajar siswa. Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari
berbagai kabupaten dan propinsi menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah
(Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir
(1993/1994 sampai dengan 1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang kurang
menggembirakan (Depdikbud, 1998).
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata
(1982: 27) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan
psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif),
sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan
instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982:
11) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu
kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas
pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini
menyangkut model pembelajaran yang digunakan.
Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi
suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada
model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah.
Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang
sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai
dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan
hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar
dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran
ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah
siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS
ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini
untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model
ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan
oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang
pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar.
Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy
value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang
akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari
dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat
komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan
satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar
teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14).
Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment),
padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan
pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai
atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang
dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang
dikutip Beard dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan
menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang
digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian);
relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction
(kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan
penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest.
Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata
assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam
kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan
berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa
bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata
attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung
pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar
menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara
minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi
menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari
modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk
menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada
relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara
minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga
pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf
awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh
karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model
pembelajaran ARIAS.
2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS
terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan
satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut
merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi
singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk
membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance
(percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil
atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9).
Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang
yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun
kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat
berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk
mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual
seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam
kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu
bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa
yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya
cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989:
42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa
untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan
yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat
melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu
kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik
dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta
menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan
seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan
video tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya
merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan
kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model
seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat
dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk
menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs
(1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa
dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat
menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk
diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa
dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan
materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut
Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987:
175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri
dalam belajar dan melatih suatu keterampilan.
Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu
berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang
telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau
yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang
mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka.
Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada
relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu
yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan
dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan
tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan
pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan
antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga
kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan
Driscoll, 1988: 140).
Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan
unsur relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan
relevansi dalam pembelajaran adalah:
- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang
jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong
mereka untuk mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik
untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada
hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa.
Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata
atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal
baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara
esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam
melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus
merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan,
1991). (4) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang
cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan
bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan
pembelajaran.
Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah
yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip
oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada
minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus
dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan
memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon
(1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang
diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali
mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka.
Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan
keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam
usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:
- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru,
menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi
secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk
memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan
masalah yang perlu dipecahkan.
- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya
menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari
serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang,
dan mengubah gaya mengajar.
- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan
pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs
(1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment,
yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu
bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid
(Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982:
336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah
dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun
sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu
siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan
meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi
terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang
telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang
dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi
tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri
mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan
oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini
akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar
mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan
kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap
diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta
membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14)
bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas
inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang
dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76)
bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam
kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
evaluasi antara lain adalah:
* Mengadakan
evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
* Memberikan
evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi
kepada siswa.
* Memberi
kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
* Memberi
kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction
yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam
teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah
berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan
tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut
untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70).
Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada
siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower,
1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul
dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana
individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau
mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena
pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut
kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan
puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik
bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan
penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs
(1979: 8)merupakan suatu penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975:
561). Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri
siswa. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
- Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas
baik secara verbal maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan
keberhasilannya. Ucapan guru : “Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik
sekali!”. Menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas
jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi
siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau
senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan
mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil
yang lebih baik dari sebelumnya.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan
pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.
- Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga
mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman
mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.
2.3 Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS
Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak
awal, sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran
ini digunakan sejak guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam
bentuk satuan pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman)
guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan
pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan
pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam
satuan pelajaran itu sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan
untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan,
membangkitkan minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa
dihargai/bangga pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua
kegiatan yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan
digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang
dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian
pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan
lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai
bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model
pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada
bahan/materi dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu,
dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan
dan isi bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa
dihargai yang dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau
pengembang agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti,
kata-kata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga
maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar
dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar
dapat menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa
lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.
Siswa dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan
dapat membayangkan dirinya sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29).
Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap kesukarannya perlu dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan memungkinkan siswa
dapat mengadakan evaluasi sendiri.
3. Hasil Percobaan di Lapangan
Model pembelajaran ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa
di dua sekolah yang berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumlah siswa
kelas V dari sebuah sekolah dasar (SD) Negeri di Kota Palembang selama satu
caturwulan yaitu catur wulan III tahun ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil
sebagai sampel secara acak sederhana dari sejumlah SD negeri setara di Kota
Palembang yang memiliki kelas V paralel. Dari keseluruhan siswa SD ini diambil
60 orang siswa kelas V sebagai sampel yang dikelompokkan ke dalam empat
kelompok, di mana masing-masing kelompok berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa
ini juga diambil secara acak sederhana. Percobaan menggunakan metode eksperimen
dengan rancangan faktorial 2 x 2. Untuk memperoleh data yang diperlukan
digunakan instrumen tes hasil belajar dan kuesioner yang telah diuji validitas
dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA—2
jalur dengan uji F pada taraf signifikansi a = 0,05.
Percobaan kedua juga menggunakan metode eksperimen dengan
rancangan 2 x 2 dilaksanakan di SD yang berbeda, yaitu sebuah SD negeri di
Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin. Lama percobaan selama satu caturwulan yaitu
catur wulan II tahun ajaran 1996/1997. Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa
yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok di mana masing-masing kelompok
berjumlah 20 orang siswa. Baik sampel SD maupun sampel siswa diambil secara
acak sederhana. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan tes motivasi
berprestasi. Data yang diperoleh juga dianalisis dengan ANAVA—2 jalur
pada taraf signifikansi a = 0,05. Seperti halnya pada percobaan pertama, pada
percobaan kedua ini juga dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji
Lilliefors untuk normalitas dan uji Bartlett untuk homogenitas data.
Apakah motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti
model pembelajaran non-ARIAS. Untuk itu baik pada percobaan pertama maupun pada
percobaan kedua, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen.
Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen dilaksanakan berdasarkan model
pembelajaran ARIAS. Satuan pelajaran yang disusun berdasarkan model
pembelajaran ARIAS disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada kelompok kontrol
kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran non-ARIAS,
dengan satuan pelajaran disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua
percobaan ini dilakukan pengontrolan validitas internal dan eksternal.
Pengontrolan validitas internal adalah:
(1) Menyetarakan setiap kelompok pada awal percobaan dengan
menganalisis skor tes awal setiap kelompok untuk menghindari efek pemilihan
subjek yang berbeda;
(2) Menggunakan instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes
awal guna menghindari efek perbedaan instrumen pengukur;
(3) Mengusahakan agar tidak ada subjek yang mengundurkan
diri selama penelitian berlangsung untuk menghindari efek kehilangan subjek
dalam percobaan;
(4) Memberikan perlakuan yang relatif singkat, untuk
menghindari efek pematangan dan efek tes awal. Pengontrolan validitas eksternal
adalah:
1. Penentuan kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan
pemilihan guru yang memiliki kualifikasi setara ditetapkan secara acak;
2. Suasana belajar, situasi kelas, dan kondisi setiap
kelompok semua sama seperti hari-hari belajar biasa, kecuali penggunaan model
pembelajaran ARIAS pada kelompok eksperimen, untuk menghindari efek lingkungan
yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan dari siswa;
3. Selama percobaan siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada
penelitian untuk menghindari efek Howthorne dan John Henry.
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa pada percobaan pertama
Fo=10,74 jauh lebih besar dari Ft=4,02 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan
perbedaan rerata skor antara kedua kelompok XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah,
1999: 120 – 121). Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti
model pembelajaran non-ARIAS. Pada percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari
Ft=3,96 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara
kedua kelompok adalah XA=18,55 > Xn-A=15,98 (Sopah,1998: 99-100). Hasil ini
menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa yang mengikuti model pembelajaran
ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Hasil kedua percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model
pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS
lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
4. Penutup
Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh guru sebagai suatu
alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar.
Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan
ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif
dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun
percobaan lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini
memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
- Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu
SD negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu,
Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Walaupun sampel ini diambil secara
acak, namun jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat
digeneralisasikan ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian
sejenis lainnya dengan sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan
dukungan hasil penelitian sejenis ini maka diharapkan dapat merupakan bahan
pertimbangan penggunaan model pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.
- Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas.
Percobaan hanya berlangsung selama satu catur wulan. Karena waktunya terbatas,
maka bahan atau materi yang diberikan juga terbatas, belum begitu banyak.
Meskipun dalam percobaan ini telah dilakukan pengendalian secara cermat, namun
karena terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh
variabel lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya
penelitian lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih
banyak, sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak.
- Bidang studi yang digunakan terbatas pada satu bidang
studi bahkan satu subbidang studi. Hasil baik yang diperoleh dalam subbidang
studi ini belum tentu memberikan hasil yang sama pada bidang studi lain. Karena
itu juga perlu adanya penelitian sejenis lainnya pada berbagai bidang studi,
sehingga dapat mencerminkan besarnya pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap
hasil belajar siswa.
- Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut
model pembelajaran ARIAS, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi
bagi murid disusun oleh penulis. Satuan pelajaran menurut model pembelajaran
ARIAS ini dicobakan dan ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu
didukung oleh penelitian sejenis lainnya di mana satuan pelajaran menurut model
pembelajaran ARIAS disusun oleh guru bersangkutan. Dengan demikian akan
terlihat apakah memang satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS yang
disusun oleh guru dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai
hasil yang lebih baik.
Pustaka Acuan :
Beard, Ruth M. dan Senior, Isabel J. 1980. Motivating
students. London: Routledge and Kegan Paul Ltd.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school
learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design:
Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional
Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary
schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw
Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and
instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS
SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective
instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of
instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of
learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and
continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development,
Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of
learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom
measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam
Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430.
Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of
instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of
the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed),
Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan,
Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont,
CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi.
Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary
of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986.
Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta:
PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning
situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional
technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny
R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan
nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994.
Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar
tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan
motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian
Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan
motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP
Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi
pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Depdikbud.
RIWAYAT HIDUP
Djamaah Sopah, lahir di Penggage, 14 April 1944.
Menyelesaikan Sarjana Muda Pendidikan dari IKIP Bandung Cabang Palembang tahun
1967 dan Sarjana Pendidikan jurusan Pendidikan Umum di FKIP Unversitas
Sriwijaya tahun 1974. Pada tahun 1982 mengikuti pendidikan Pascasarjana di
University of Kentucky, USA, dan memperoleh gelar Master of Science in Education
dalam bidang Curriculum & Instruction tahun 1984. Pada tahun 1985 mendapat
ijazah Akta Mengajar V dari Universitas Terbuka. Tahun 1999 memperoleh gelar
Doktor dalam bidang Teknologi Pendidikan dari IKIP Jakarta.
Dari tahun 1962 sampai tahun 1974 pernah menjadi guru dan
Kepala SD, guru SMP, guru SPSA, serta guru dan Kepala SPG. Sejak tahun 1974
sampai sekarang menjadi dosen pada FIP/FKIP Universitas Sriwijaya. Di samping
itu pernah menjadi Koordinator Instructional Improvement Network-WUAE,
BKS/B-USAID 1985-1990. Instruktur pada penataran Pengembangan Pembelajaran di
berbagai Perguruan Tinggi Negeri di Wilayah Indonesia Bagian Barat dan berbagai
PTS di KOPERTIS Wilayah II (1984-1990). Pada tahun 1987 diundang sebagai
instruktur pada “the WUAE-BKS/B Training Institute” University of Kentucky,
USA.
Artikel ilmiah yang pernah ditulis antara lain: “Komunikasi
antara Orangtua dan Anak” disajikan pada Diskusi Panel ISWI Palembang, 1990.
“Transparansi OHP sebagai Media Instruksional” (Suara Guru No. 5 Th. XLVI/1997).
“Motivasi Berprestasi, Perhatian Orangtua dan Hasil Belajar” (Forum
Kependidikan No. 2 Th. XIII/1996). Sedangkan seminar/workshop internasional
yang pernah diikuti antara lain “Mid-Winter Community Seminar (Tuskeege, USA,
1982).
“The International Development Training Workshop”
(Lexington, USA, 1983).
Sumber: Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang – Depdiknas
http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/22/model-pembelajaran-arias/
Model-model evaluasi hasil belajar PIPS (membahas pengertian
validitas kurikulum (curriculum validity) serta perannya terhadap evaluasi
hasil belajar; pendekatan dan alat dalam evaluasi hasil belajar PIPS)
TIU:Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa S-1 Pendidikan
Sejarah memiliki pengetahuan, wawasan, pengalaman dan ketrampilan dalam:
a. pengertian IPS, Ilmu Sosial, social studies
b. landasan filosofis, akademik dan edukatif PIPS
c. tradisi social studies dan PIPS
d. teori dan pengembangan tujuan PIPS
e. teori, prosedur, dan model pengembangan materi kurikulum
PIPS
f. teori, pendekatan, dan model pengembangan proses belajar
PIPS
g. teori tentang hasil belajar PIPS
h. model-model evaluasi PIPS
TIK:- Alokasi:16 kali pertemuan Sumber:Andersen,C., P.G.
Avery, P.V. Pederson, E.S. Smith, J.L. Sullivan (1997). Divergent perspectives on
citizenship education: A Q-method study and survey of social studies teachers.
American Educational Research Journal, 34, 2.
Brophy,J. dan J. Alleman (1996). Powerful social studies for
elementary students. Forth Worth: Harcourt Brace College Publisher
Gregg,S.M. dan G. Leinhardt,. (1994). Mapping out geography:
an example of epistemology and education. Review of Educational Research, 62,
2.
Hasan,S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hess, F.M. (1999). Bringing the Social Sciences Alive: 10
Simulations for History, Economics, Government, and Geography. Boston: Allyn
and Bacon.
Hursh,D.W. dan E.W. Ross (2000). Democratic Social
Education: Social Studies for Social Change. New York: Palmer Press.
Lindquist,T. (1995). Seeing the whole through social
studies. London: Heinemann
NCSS (1994). Curriculum standards for social studies:
expectations of excellence. Washington,D.C.: NCSS
Nebraska, Stateboard of Education (1998). Nebraska Social
Studies/History Standards: Grades K-12. [Online]. Tersedia:
http://www.nde.state.ne.us/SS/SocSStnd.html. (25 Mei 2001).
National Center for History in the Schools (1996). National
standards for history. Los Angeles, CA: National Center for History in the
Schools
Savage,T.V. dan D.G. Armstrong (1996). Effective teaching in
elementary social studies. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Shaver, J.P. (1991). Handbook of research on social studies
teaching and learning. A project of the National Council for the Social Studies.
New York: Macmillan Publishing Company.
Semb,G.B. dan J.A. Ellis (1994). Knowledge taught in school:
what is remembered? Review of Educational Research, 64, 2.
Stahl,R.J. (ed)(1994). Cooperative learning in social
studies: a handbook for teachers. Menlo Park, California: Addison-Wesley
Publishing Company.
Thornton,S.J. (1994). The social studies near century’s end:
reconsidering patterns of curriculum and instruction, dalam Review of Research
in Education, 20.
Wilson,S.M. dan Wineburg,S.S. (1993). Wrinkles in time and
place: using performance assessments to understand the knowledge of history
teachers. American Educational Research Journal, 30, 4.
Jurnal
Social Studies
Review of Educational Research
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historia
Internet
http://dir.yahoo.com/Education
http://www.stemnet.nf.ca/Curriculum/Validate
http://www.ed.uiuc.edu/circe
SPIRAL MODEL
Proses model yang lain, yang cukup populer adalah Spiral
Model. Model ini juga cukup baru ditemukan, yaitu pada sekitar tahun 1988 oleh
Barry Boehm pada artikel A Spiral Model of Software Development and
Enhancement. Spiral model adalah salah satu bentuk evolusi yang menggunakan
metode iterasi natural yang dimiliki oleh model prototyping dan digabungkan
dengan aspek sistimatis yang dikembangkan dengan model waterfall. Tahap desain
umumnya digunakan pada model Waterfall, sedangkan tahap prototyping adalah
suatu model dimana software dibuat prototype (incomplete model),
“blue-print”-nya, atau contohnya dan ditunjukkan ke user / customer untuk
mendapatkan feedback-nya. Jika prototype-nya sudah sesuai dengan keinginan user
/ customer, maka proses SE dilanjutkan dengan membuat produk sesungguhnya
dengan menambah dan memperbaiki kekurangan dari prototype tadi.
Model ini juga mengkombinasikan top-down design dengan
bottom-up design, dimana top-down design menetapkan sistem global terlebih
dahulu, baru diteruskan dengan detail sistemnya, sedangkan bottom-up design
berlaku sebaliknya. Top-down design biasanya diaplikasikan pada model waterfall
dengan sequential-nya, sedangkan bottom-up design biasanya diaplikasikan pada
model prototyping dengan feedback yang diperoleh. Dari 2 kombinasi tersebut,
yaitu kombinasi antara desain dan prototyping, serta top-down dan bottom-up,
yang juga diaplikasikan pada model waterfall dan prototype, maka spiral model
ini dapat dikatakan sebagai model proses hasil kombinasi dari kedua model
tersebut. Oleh karena itu, model ini biasanya dipakai untuk pembuatan software
dengan skala besar dan kompleks.
Spiral model dibagi menjadi beberapa framework aktivitas,
yang disebut dengan task regions. Kebanyakan aktivitas2 tersebut dibagi antara
3 sampai 6 aktivitas. Berikut adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
spiral model:
· Customer communication. Aktivitas yang dibutuhkan untuk
membangun komunikasi yang efektif antara developer dengan user / customer
terutama mengenai kebutuhan dari customer.
· Planning. Aktivitas perencanaan ini dibutuhkan untuk
menentukan sumberdaya, perkiraan waktu pengerjaan, dan informasi lainnya yang
dibutuhkan untuk pengembangan software.
· Analysis risk. Aktivitas analisis resiko ini dijalankan
untuk menganalisis baik resiko secara teknikal maupun secara manajerial. Tahap
inilah yang mungkin tidak ada pada model proses yang juga menggunakan metode
iterasi, tetapi hanya dilakukan pada spiral model.
· Engineering. Aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun 1
atau lebih representasi dari aplikasi secara teknikal.
· Construction & Release. Aktivitas yang dibutuhkan
untuk develop software, testing, instalasi dan penyediaan user / costumer
support seperti training penggunaan software serta dokumentasi seperti buku
manual penggunaan software.
· Customer evaluation. Aktivitas yang dibutuhkan untuk
mendapatkan feedback dari user / customer berdasarkan evaluasi mereka selama
representasi software pada tahap engineering maupun pada implementasi selama
instalasi software pada tahap construction and release.
Berikut adalah gambar dari spiral model secara umum :
Satu lingkaran dari bentuk spiral pada spiral model dibagi
menjadi beberapa daerah yang disebut dengan region. Region tersebut dibagi
sesuai dengan jumlah aktivitas yang dilakukan dalam spiral model. Tentunya
lingkup tugas untuk project yang kecil dan besar berbeda. Untuk project yang
besar, setiap region berisi sejumlah tugas-tugas yang tentunya lebih banyak dan
kompleks daripada untuk project yang kecil. SE berjalan dari inti spiral berjalan
mengitari sirkuit per sirkuit. Sebagai contoh untuk sirkuit pertama dilakukan
untuk pembangunan dari spesifikasi dari software dengan mencari kebutuhan dari
customer. Untuk sirkuit pertama harus menjalani semua aktivitas yang
didefinisikan. Setelah 1 sirkuit terlewati lanjut ke tugas selanjutnya misalnya
membangun prototype. Tugas ini juga harus mengitari 1 sirkuit dan begitu terus
selanjutnya sampai project selesai.
Tidak seperti model-model konvesional dimana setelah SE
selesai, maka model tersebut juga dianggap selesai. Akan tetapi hal ini tidak
berlaku untuk spiral model, dimana model ini dapat digunakan kembali sepanjang
umur dari software tersebut. Pada umumnya, spiral model digunakan untuk
beberapa project seperti Concept Development Project (proyek pengembangan
konsep), New Product Development Project (proyek pengembangan produk baru),
Product Enhancement Project (proyek peningkatan produk), dan Product
Maintenance Project (proyek pemeliharaan proyek). Keempat project tersebut
berjalan berurutan mengitari sirkuit dari spiral. Sebagai contoh setelah suatu
konsep dikembangkan dengan melalui aktivitas2 dari spiral model, maka
dilanjutkan dengan proyek selanjutnya yaitu pengembangan produk baru,
peningkatan produk, sampai pemeliharaan proyek. Semuanya melalui sirkuit2 dari
spiral model.
Mengapa spiral model begitu populer? Pendekatan dengan model
ini sangat baik digunakan untuk pengembangan sistem software dengan skala
besar. Karena progres perkembangan dari SE dapat dipantau oleh kedua belah
pihak baik developer maupun user / customer, sehingga mereka dapat mengerti
dengan baik mengenai software ini begitu juga dengan resiko yang mungkin
didapat pada setiap aktivitas yang dilakukan. Selain dari kombinasi 2 buah
model yaitu waterfall dan prototyping, kelebihan dari software ini ada pada
analisis resiko yang dilakukan, sehingga resiko tersebut dapat direduksi
sebelum menjadi suatu masalah besar yang dapat menghambat SE. Model ini
membutuhkan konsiderasi langsung terhadap resiko teknis, sehingga diharapkan
dapat mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Sebenarnya dengan
menggunakan prototype juga bisa menghindari terjadinya resiko yang muncul,
tetapi kelebihan dari model ini yaitu dilakukannya proses prototyping untuk
setiap tahap dari evolusi produk secara kontinu. Model ini melakukan tahap2
yang sudah sangat baik didefinisikan pada model waterfall dan ditambah dengan
iterasi yang menyebabkan model ini lebih realistis untuk merefleksikan dunia
nyata. Hal-hal itulah yang menjadi kelebihan menggunakan spiral model.
Meskipun banyak kelebihan tetapi tentu masih ada
kekurangannya. Kekurangannya ada pada masalah pemikiran user / customer dimana
mereka pada umumnya tidak
November 11, 2007 Posted by nguk2 | Model Software
Development | | No Comments
WATERFALL PROCESS MODEL
Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”.
Model ini sering disebut dengan “classic life cycle” atau model waterfall.
Model ini adalah model yang muncul pertama kali yaitu sekitar tahun 1970
sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan model yang paling banyak
dipakai didalam Software Engineering (SE). Model ini melakukan pendekatan
secara sistematis dan urut mulai dari level kebutuhan sistem lalu menuju ke
tahap analisis, desain, coding, testing / verification, dan maintenance.
Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui harus menunggu
selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh tahap desain
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap requirement. Secara umum
tahapan pada model waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar di atas adalah tahapan umum dari model proses ini.
Akan tetapi Roger S. Pressman memecah model ini menjadi 6 tahapan meskipun
secara garis besar sama dengan tahapan-tahapan model waterfall pada umumnya.
Berikut adalah penjelasan dari tahap-tahap yang dilakukan di dalam model ini
menurut Pressman:
· System / Information Engineering and Modeling. Permodelan
ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan
diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat
software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti
hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition.
· Software Requirements Analysis. Proses pencarian kebutuhan
diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program
yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain
informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface, dsb.
Dari 2 aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem dan software) harus
didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
· Design. Proses ini digunakan untuk mengubah
kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint”
software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan
kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas
sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi
dari software.
· Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini
adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang
dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses
coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara teknis
nantinya dikerjakan oleh programmer.
· Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah
diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus
diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai
dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
· Maintenance. Pemeliharaan suatu software diperlukan,
termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena software yang dibuat tidak
selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada errors
kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-fitur yang
belum ada pada software tersebut. Pengembangan diperlukan ketika adanya
perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem
operasi, atau perangkat lainnya.
Mengapa model ini sangat populer??? Selain karena
pengaplikasian menggunakan model ini mudah, kelebihan dari model ini adalah
ketika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikan secara utuh, eksplisit, dan
benar di awal project, maka SE dapat berjalan dengan baik dan tanpa masalah.
Meskipun seringkali kebutuhan sistem tidak dapat didefinisikan seeksplisit yang
diinginkan, tetapi paling tidak, problem pada kebutuhan sistem di awal project
lebih ekonomis dalam hal uang (lebih murah), usaha, dan waktu yang terbuang
lebih sedikit jika dibandingkan problem yang muncul pada tahap-tahap
selanjutnya.
Meskipun demikian, karena model ini melakukan pendekatan
secara urut / sequential, maka ketika suatu tahap terhambat, tahap selanjutnya
tidak dapat dikerjakan dengan baik dan itu menjadi salah satu kekurangan dari
model ini. Selain itu, ada beberapa kekurangan pengaplikasian model ini, antara
lain adalah sebagai berikut:
· Ketika problem muncul, maka proses berhenti, karena tidak
dapat menuju ke tahapan selanjutnya. Bahkan jika kemungkinan problem tersebut
muncul akibat kesalahan dari tahapan sebelumnya, maka proses harus membenahi
tahapan sebelumnya agar problem ini tidak muncul. Hal-hal seperti ini yang
dapat membuang waktu pengerjaan SE.
· Karena pendekatannya secara sequential, maka setiap tahap
harus menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Hal itu tentu membuang waktu yang
cukup lama, artinya bagian lain tidak dapat mengerjakan hal lain selain hanya
menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali model ini
berlangsung lama pengerjaannya.
· Pada setiap tahap proses tentunya dipekerjakan sesuai
spesialisasinya masing-masing. Oleh karena itu, ketika tahap tersebut sudah
tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga tidak terpakai lagi. Oleh karena
itu, seringkali pada model proses ini dibutuhkan seseorang yang
“multi-skilled”, sehingga minimal dapat membantu pengerjaan untuk tahapan
berikutnya.
Menurut saya, tahapan-tahapan model ini sudah cukup baik
dalam artian minimal untuk melakukan SE, maka harus ada tahapan-tahapan ini.
Tahapan-tahapan ini jugalah yang digunakan oleh model-model yang lain pada
umumnya. Ada filosofi yang mengatakan sesuatu yang sukses diciptakan pertama
kali, maka akan terus dipakai di dalam pengembangannya. Hal ini juga berlaku
pada waterfall model ini. Mungkin dapat dikatakan bahwa inilah standar untuk
melakukan SE.
Akan tetapi, yang mungkin menjadi banyak pertimbangan
mengenai penggunaan dari model ini adalah metode sequential-nya. Mungkin untuk
awal-awal software diciptakan, hal ini tidak menjadi masalah, karena dengan
berjalan secara berurutan, maka model ini menjadi mudah dilakukan. Sesuatu yang
mudah biasanya hasilnya bagus. Oleh karena itu model ini sangat populer. Akan
tetapi, seiring perkembangan software, model ini tentu tidak bisa mengikutinya.
Yang menjadi kelemahan adalah pada pengerjaan secara berurutan tadi, seperti
yang sudah saya utarakan sebelumnya. Kelemahan-kelemahan yang lain juga sudah
saya utarakan di atas, atau bahkan masih ada yang lainnya.
Dari sini, nantinya akan dikembangkan model-model yang lain,
bahkan ada tahap evolusioner dari suatu model proses untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan tadi. Meskipun secara tahapan masih menggunakan standar
tahapan waterfall model. Kesimpulannya adalah ketika suatu project skalanya
sedang mengarah kecil bisa menggunakan model ini. Akan tetapi kalau sudah
project besar, tampaknya kesulitan jika menggunakan model ini.