MENGELOLA
KELAS DENGAN EFEKTIF
post 01 Desember 2011
Guru yang telah memiliki jam mengajar cukup lama tidak
banyak mengalami kesulitan dalam mengelola kelas waktu berlangsungnya proses
pembelajaran. Berbeda dengan guru baru yang belum memiliki jam mengajar yang
banyak. Kebanyakan diantara mereka masih mencari bentuk atau pola dengan
mencontoh gurunya yang mereka sukai pada waktu mengajar. Tidak terlintas
dibenaknya bahwa yang dihadapi ini bukan dirinya pada waktu dahulu. Akibatnya
proses interaksi belajar mengajar yang dikembangkan terkesan foto copy dari
cara gurunya mengajar pada masa lalu.
Pola berfikir
demikian ini banyak terjadi, terutama guru yang memiliki pengetahuan
dedaktik-metodik pengajaran yang minim. Pada lembaga-lembaga kursus peluang
terjadi serupa ini sangat besar, karena para instrukturnya kebanyakan tidak
memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman pengelolaan kelas sesuai
dengan asas dedaktik. Akhirnya proses interaksi belajar-mengajar yang
dikembangkan penuh sesak dengan transfer pengetahuan, minim transfer
keperibadian. Akibat lanjut kelas menjadi tempat penuangan bejana, bukan tempat
berinteraksi.
Jika hal tersebut
dilihat dari konsep bisnis, tidak menimbulkan persoalan, karena kelas dipandang
sebagai medan pertemuan antara yang sama-sama membutuhkan. Siswa membutuhkan
penguasaan ilmu sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sedangkan
instruktur membutuhkan imbalan materi sebanyak-banyaknya dalam tempo
sesingkat-singkatnya.
Persoalan akan menjadi berbeda jika dilihat dari hakekat pembelajaran.
Apabila tujuan kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk pengajaran, maka
pengelolaan kelas secara substansial dengan aspek bisnis benar adanya; namun
jika tujuan kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk pendidikan, maka tidak
begitu tepat. Filosofi ini juga yang akan mendasari bagaimana manajemen
pengelolaan kelas dibentuk atau dikembangkan.
Namun demikian ada
sejumlah rambu-rambu umum yang dapat dijadikan acuan baik pada konsep
pengajaran maupun pendidikan:
1. Kelas dikelola
dengan pola ”semua keperluan”.
Maksudnya bahwa kelas
di seting sedemikian rupa untuk dapat melayani semua kepeluan dari para
pengguna kelas. Model kelas serupa ini banyak dijumpai pada tempat pendidikan
negara-negara berkembang. Kelas seolah ”ruang swalayan”atau one stop service,
semua keperluan untuk guru dan murid ada di sana. Kelas seperti ini jika
diperuntukkan kelas lembaga kursus memang menjadi idaman bagi para muridnya,
karena merasa dimanjakan untuk mendapatkan pelayanan. Bahkan konsep pelayanan
prima sering disalahartikan bahwa kelas serupa inilah yang ideal. Jika konsep
ruang kelas sebagai proses pendidikan, maka tidak semua kepentingan guru dan
murid harus ada di sana. India salah satu negara yang menganut paham ruang
kelas adalah ruang penyelenggaraan pendidikan mandiri. Oleh sebab itu
keperluan-keperluan pribadi murid tidak selamanya ada dan tersedia di kelas.
2. Pencahayaan dan
Kebisingan
Kedua hal di atas
pada akhir-akhir ini sering diabaikan oleh pengelola sekolah dalam menata kelas
sebagai tempat belajar. Banyak tempat-tempat pendidikan pencahayaan ruang tidak
menjadi prioritas. Di samping aspek cahaya juga aspek sirkulasi udara.
Akibatnya para siswa yang belajar cepat merasa lelah karena pengaruh dari
pendengaran dan penglihatan.
Hambatan-hambatan
fisik serupa ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, akibatnya kita
sering melihat pelajar begitu selesai jam belajar, tampak di raut wajahnya
tanda-tanda kelelahan yang begitu penat. Hal ini di samping beban pelajaran
yang diperoleh, juga karena faktor sanitasi lingkungan kelas yang tidak
mendukung. Akibatnya semua itu menumpuk pada diri siswa sebagai peserta didik.
Akibat lanjut dapat dibayangkan bagaimana lelahnya para siswa, dan ini tampak
pada raut wajah mereka masing-masing pada saat selesai proses pembelajaran.
Kelelahan ini semakin
menjadi-jadi jika beban pembelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh
menerima tekanan akibat dari ketidak sehatan lingkungan.
Kondisi lingkungan
yang ideal memang sulit diperoleh di daerah kota-kota besar, akan tetapi paling
tidak ada upaya teknologi yang dapat dilakukan agar dampak dari lingkungan
dalam arti fisik dapat dikurangi resikonya. Sebagai contoh untuk mengurangi
tingkat kebisingan suara pada kelas tertentu dapat digunakan dinding peredam,
atau gerahnya suatu ruang dapat ditanggulangi dengan pemasangan AC, dlsbnya.
Tampaknya aspek teknologi menjadi hal yang penting sebagai jalan keluar untuk
menghadapi tantangan alam.
3. Tata letak
pengaturan kursi
Jarak antara kursi
satu dengan kursi untuk siswa tidak ada aturan baku, hanya pada konsep
psikologi sosial disinggung bahwa setiap manusia memiliki teritori atau wilayah
pribadi. Beberapa penelitian yang dilakukan Morgan (1970) ditemukan bahwa orang
merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar sekitar 0,5 s/d 1,00
m. Sedangkan jika lebih dari itu mereka akan merasa tersingkirkan dari
lingkungan.
Berdasarkan itu kita
harus berhati-hati dalam menyusun kursi. Kita harus mengetahui susunan kursi
itu untuk keperluan apa. Jika untuk kepentingan belajar, maka wilayah privacy
harus diciptakan, sebab banyak diantara siswa merasa tidak nyaman karena tidak
memiliki wilayah privacy. Sebaliknya jika itu untuk diskusi, maka jarak antar
kursi harus sedikit rapat guna memudahkan mereka membangun wilayah bersama.
Oleh sebab itu tempat
belajar ideal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat dengan mudah
dipindahkan sesuai kebutuhan. Cara ini memang sudah banyak dilakukan di
tempat-tempat belajar, akan tetapi untuk kelas permanen seperti sekolah sangat
berbeda dibandingkan dengan tempat kursus. Tempat kursus lebih leluasa dalam
mengatur tempat duduk, karena itu kita harus memahami jika tempat kursus akan
mendapat perhatian dari pelanggan, penyusunan kursi merupakan skala prioritas
yang harus tetap diperhatikan dan mampu menarik minat pelanggan.
4.Dinding dan Papan
Tulis
Dinding dimaksud
dalam hal ini adalah warna dinding ruang belajar atau kelas. Banyak penelitian
menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang
berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna yang
dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papab tulis
yang digunakan harus kontras karena akan mempengaruhi hasil tulisan. Adapun
beberapa jenis papan ajuran yang seyogyanya ada pada lembaga pendidikan adalah:
1.Papan tulis
2.Papan putih
3.Papan magnetik
4.Papan Flip
5.Papan Pameran
6.Papan Flanel
7.Papan Gulung
8.Papan Slip
9.Papan Elektronik
Papan di atas dapat
diadakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran didalam kelas. Namun perlu
diingat keberadaan papan tersebut haruslah sesuai dengan fungsi. Amat tidak
bijak apabila kita membentang semua papan itu di dalam ruang kelas, karena di samping
mempersempit ruang juga mengganggu pemandangan.
5.Lantai ruang
Lantai ruang dimaksud
adalah lantai ruang belajar yang digunakan untuk proses pembelajaran. Ada
sebagaian pendapat ruang belajar harus ditutup karpet, ada sebagian yang
berpendapat tidak harus. Pendapat ini tidak perlu dipertentangkan karena kedua
hal ini tidak berkait langsung dengan proses belajar. Hanya yang dipentingkan
adalah kenyamanan yang tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian
menemukan bahwa warna lantai akan lebih banyak mempengaruhi pandangan jika
kursi yang dipakai adalah model kursi kuliah. Sedangkan jika tempat duduk
dilengkapi meja, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pandangan mata.
Informasi lain menunjukkan bahwa warna dasar lantai cerah lebih berpeluang
meimbulkan rasa segar pada pandangan dibandingkan dengan warna gelap. Untuk ini
alangkah bijaksananya jika kita ingin membangun ruang belajar berkonsultasi
terlebih dahulu pada ahlinya.
Jadi, dapat dikatakan
bahwa tempat bekerja, areal kerja, suasana kelas sangat tergantung pada ukuran
dan bentuk, serta bagaimana bagian-bagian ruang itu digunakan; termasuk
didalamnya:
1. Pengaturan meja
guru, lemari penyimpan dokumen, proyektor OHP dll
Maksudnya ialah
ketiga sarana tadi harus dalam posisi yang berdekatan agar mudah dijangkau oleh
guru dalam mengembangkan interaksi pembelajaran bersama siswa. Tidak ada yang
baku untuk meletakkan benda-benda ini. Apakah harus di posisi depan, samping
atau belakang kelas.
2. Lemari Buku
Maksudnya ialah bahwa
diruang belajar sebaiknya tersedia lemari buku, Lamari ini berfungsi baik untuk
siswa atau untuk guru. Tata letak tidak ada ketentuan yang baku, hanya aspek
estetika dan kepraktisan perlu diperhatikan. Namun demikian untuk menjaga
suasana kelas agar tetap asri hingga menimbulkan suasana belajar yang kondusif,
peletakan lemari buku juga perlu diperhatikan.
Perlengkapan yang
dapat dimasukkan ke dalam lemari buku ini adalah di samping buku ajar, juga
alat-alat pendukung pembelajaran lainnya (OHP, LCD dll). Termasuk hasil tugas
siswa yang belum diambil, sehingga tidak ada alasan proses pembelajaran tidak
berjalan karena tidak ada peralatan.
Setelah kita memahami
kelas sebagai sarana atau tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah
bagaimana mengelola kelas itu agar didalamnya terjadi proses pembelajaran.
Untuk itu kita dapat mengenal beberapa model dalam pengelolaannya:
a.Model Interaksi
Sosial
Model ini menekankan
pada hubungan antarpeserta didik, peserta didik dengan guru/fasilitator, antara
peserta didik dengan alam sekitar. Metode belajar yang paling utama dalam
pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, metode simulasi, bekerja
kelompok, dan metode lain yang berhubungan dengan berkembangnya hubungan sosial
siswa.
b.Model Pembelajaran
Alam Sekitar
Model ini menekankan
pada bahwa peserta didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, atau
merasakan langsung apa yang dipelajari. Minimal bahan yang menjadi topik
pengajaran harus yang dirasakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
c.Model Pembelajaran
Pusat Perhatian
Model ini berprinsip
bahwa peseerta didik harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan
dipersiapkan dalam msyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu
dan anggota masyarakat. Oleh sebab itu peserta didik harus mengenal dirinya
sendiri seperti hasrat dan cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya
seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya.
d.Model Pembelajaran
Sekolah Kerja
Model ini berprinsip
bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga demi
kepentingan masyarakat; dengan kata lain sekolah memiliki kewajiban (1)
mempersiapkan tiap peserta didik untuk berkerja pada lapangan tertentu (2) tiap
peserta didik wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara (3) untuk
mewujudkan kedua hal tadi peserta didik wajib menjaga keselamatan negara.
e. Model Pembelajaran
Individual
Model pembelajaran
ini didisain untk pembelajaran mandiri. Bentuk bentuk pembelajaran ini antara
lain pola pembelajaran modul. Penekanan pada model pembelajaran individual
adalah pada komitmen antara guru dan peserta didik.
f.Model Pembelajaran
Klasikal
Model pembelajaran
klasikal dikenal model yang paling efisien. Pembelajaran secara klasikal ini
memberikan arti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu:
mengelola kelas dan mengelola pembelajaran.
Pada prinsipnya semua
model di atas adalah merupakan arahan kepada penyelenggara pendidikan bahwa
lembaganya dalam melaksanakan program pendidikannya mengambil model yang mana.
Akan tetapi dalam kenyataan praktiknya ternyata model pengembangan di dalam
kelas tetap berorientasi pada bagan sebagai berikut:
1. PERUMUSAN TUJUAN
2. KEGIATAN PEMBELA-
Menyusun tujuan
instruksional JARAN
Khusus yang
operasional, teru menetapkan sumber bela-
tama perubahan
perilaku yang jar dan metode pendekat-
diharapkan. an yang
dipakai
5. EVALUASI BELAJAR 3. PENGEMBANGAN KE-
Menyusun test standar
GIATAN PEMBELAJAR-
yang akan digunakan
dan AN
cara pengolahannya
Merumuskan bahan dan
materi pelajaran,
mene-
tapkan alat
kelengkapan
dan media yang akan
dipakai.
4. PELAKSANAAN
a. melakukan pre test
b. menyampaikan bahan
dan materi pelajaran
c. melakukan post
test
d. mengadakan
perbaikan
pembelajaran
C. PENGGUNAAN
BERBAGAI METODE DALAM PROSES BELAJAR-
MENGAJAR.
Pada prakteknya
seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya di dalam kelas tidak lepas dari
upaya menguasai kelas dan menyampaikan bahan pembelajaran kepada peserta didik.
Dalam kegiatan penyampaian tadi pada umumnya menggunakan cara atau metoda
tertentu. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak terpaku pada satu metode saja,
dapat saja dilakukan secara elektif yaitu menggunakan berbagai metoda. Namun
pada umumnya metoda yang dipakai itu adalah sbb:
1. Metoda Ceramah
Metoda ini adalah
cara klasik yang menempatkan guru sebagai sumber informasi utama dalam proses
pmbelajaran. Keunggulan metoda ini ialah mampu memberikan informasi sekaligus
pada peserta didik dalam jumlah banyak. Namun kelemahannya metoda ini cukup
banyak, diantaranya adalah penguasaan materi dan penguasaan kelas sangat
menentukan keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran.
2. Metode Tanya Jawab
Teknik ini tidak sama
dengan teknik intograsi. Tanya jawab dimaksud adalah agar peserta didik dapat
mengembangkan kreativitas berfikir, dan motivasi untuk memahami bahan
pembelajaran.
3.Metode Diskusi
Teknik ini paling
efektif jika topik yang didiskusikan menarik perhatian peserta didik. Jika
tidak, maka diskusi, terutama diskusi kelompok, akan menjadi kering dann tidak
menghasilkan apa-apa.
4.Metode Demonstrasi
Teknik ini paling
efektif jika apa yang akan didemonstrasikan menarik minat peserta didik karena
merasa kebutuhannya terpenuhi. Jika kondisi itu tidak terjadi, maka tidak akan
muncul kondisi interaktif yang menimbulkan proses pembelajaran.
5.Metoda Sosiodrama
Teknik ini efektif
jika tujuan yang akan kita capai adalah pada tataran penghayatan. Perlu diingat
penggunaan metoda ini yang menjadi obyek pelaku adalah peserta didik, sementa
guru adalah sutradara dari seluruh rangkaian kegiatan ini.
6.Metoda Karyawisata
Teknik ini sangat
efektif jika materi pembelajaran tidak mungkin di bawa kemuka kelas. Peserta
didik akan mendapatkan pengalaman psikologis langsung terhadap obyek yang
dikunjungi.