PESONA DUNIA DIMATA MANUSIA
Dunia ini memang indah dipandang mata. Sehingga banyak mata
yang terpesona melihatnya. Dunia ini memang terasa nikmat jika dirasakan.
Sehingga banyak orang yang tenggelam dalam kenikmatan dan lalai akan hari
kemudian. Berbahagialah orang yang bisa mengambil dunia dengan tidak tamak dan
hati bersih serta hanya mencarinya dengan jalan yang halal saja. Dan celakalah
orang yang terpesona dengan dunia, mencarinya dengan jalan yang tidak benar
hingga ia tenggelam tanpa sadar bahwa dunia akan ia tinggalkan. Benarlah apa
yang disampaikan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam hadistnya ;
عن أبي سعيد الخدري رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال: إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ
وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا
الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw
bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah
menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka
hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah
pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim)
Imam An Nawawi berkata ketika menjelaskan “dunia itu hijau
[indah ] dan manis” : ada dua kandungan yang terdapat pada istilah tersebut.
Pertama, senangnya jiwa seperti seseorang yang melihat buah-buahan yang hijau
dan manis. Jiwa manusia pasti menyenangi dan berusaha untuk mendapatkannya.
Itulah dunia. Yang kedua, cepatnya hilang dua sifat tersebut [ indah dan manis
]… kemudian Allah menggantikan kalian dari masa-kemasa. Dan Ia melihat apakah
kalian beramal dengan mentaati-Nya atau memaksiati-Nya dan menperturutkan
syahwat kalian. [ Syarkh muslim oleh An Nawawi : 9/105]
Sikap manusia terhadap dunia
Tercelanya dunia sebenarnya bukan tercelanya bumi ini dan
apa-apa yang ada di dalamnya seperti laut, daratan, gunung dan yang lainnya.
Akan tetapi tercelanya dunia ini dikarenakan penghunianya yang kebanyakan tidak
menggunakan dunia ini dengan benar sesuai kehendak Allah Ta’ala.
Dari sinilah kita akan mempelajari kelompok manusia dan
sikap mereka terhadap dunia. Tujuannya adalah agar kita terjauh dari kelompok
yang dimukai Allah dalam mensikapi dunia ini. Dr. Ahmad Farid dalam buku beliau
Tazkiyatun nafs wa tarbiyatuha kamaa yuqorriruha ‘Ulamaus salaf membagi menjadi
dua. Diantaranya adalah :
Pertama : Orang-orang yang mengingkari bahwa tidak ada
negeri kecuali dunia ini. Tidak ada pahala dan jannah serta dosa dan neraka di
akhirat sana. Tentang hal ini Allah Ta’ala berfirman :
إَنَّ الَّذِينَ لاَ يَرْجُونَ لِقَاءنَا
وَرَضُواْ بِالْحَياةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّواْ بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا
غَافِلُونَ # أُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمُ النُّارُ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak
percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia
serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan
ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan. [ QS. Yunus : 7 – 8 ].
Tidak ada dalam pikiran mereka kecuali dunia. Mulai dari
tidur hingga tidur kembali tidak ada niatan lain kecuali dunia. Sehingga mereka
ini disebut Allah Ta’ala seperti binatang ternak, sebagaimana dalam alqur’an ;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ
كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka
makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka. [
QS. Muhammad : 12 ].
Kedua : yaitu orang-orang yang mengakuai adanya kehidupan
setelah mati. Mereka adalah orang-orang islam yang telah bersyahadat. Dan
diantara merekapun terbagi menjadi tiga bagian :
1. Dholimun linafsih. Yaitu orang-orang yang mendholimin
diri mereka sendiri. Kelompok ini adalah kelompok yang paling banyak. Mereka
lalai akan hakekat kehidupan dunia dan isinya. Mereka cari dunia dengan tidak
menghiraukan halal dan haram. Sedangkan merekapun tidak menyalurkan hartanya dalam
hal-hal yang baik. Sehingga jadilah dunia menjadi cita-cita mereka tertinggi.
Senang dan susah, membenci dan mencintai hanya karena dunia. Mereka inilah
orang-orang yang terbuai dan tertipu dengan dunia.
Jika mereka memahami tentang iman, itupu hanya sekedar
kata-kata yang diucapkan. Akan tetapi iman mereka belum bisa menuntun mereka
untuk memahami hakekat dunia ini. Iman mereka belum bisa menggerakkan badannya
untuk mengendalikan dunia dalam rangka taat kepada Allah. Bahkan sebaliknya,
jiwa dan raganya ditunggangi dunia dan diperbudak olehnya.
2. Muqtashid. Yaitu orang-orang mukmin yang mengambil dunia
dengan jalan halal. Mereka juga tunaikan hak-hak harta dunia sesuai dengan
perintah islam. Mereka tidak rakus dalam mencari harta, dan bahkan menahan diri
dari menumpuk-numpuk harta. Mereka takut jika harta tersebut melalaikan mereka
dari dzikrullah. Merekapun takut jika harta tersebut mereka gunakan untuk
bermewah-mewah dan bermegah-megah serta kesombongan. Inilah derajad pertengahan
tentang sikap seorang mukmin terhadap dunianya.
3. Sabiqun bil khoirot. Yaitu derajad orang-orang yang
berlomba dalam kebaikan. Tidaklah mereka memilih sesuatu dengan pertimbangan
halal atau haram saja. Tetapi mereka lebih memilih mana yang paling baik bagi
saya dan untuk akhirat saya.
Mereka inilah orang-orang yang paham terhadap tujuan Allah
menciptakan dunia ini. Yaitu untuk menguji hambanya siapakah yang paling baik
amalnya. Dengan kepahaman itulah mereka beramal semaksimal mungkin untuk
mendapatkan derajad tertinggi di akhirat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً
لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai
perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang
terbaik perbuatannya. [ QS. Al Kahfi : 7 ].
Mereka kurangi beban-beban dunia agar lebih ringan dan tidak
menyibukkan mereka dengan harta tersebut. Sabiqun bil khoirat ini mencukupkan
dunia sebagaimana seorang musafir yang membutuh perbekalan seadanya hanya untuk
mempertahankan diri selama perjalanan. Mereka paham betul dengan hadist
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ;
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي
الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak
lain kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon,
lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)
Itulah ucapan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang
ditiru oleh mereka. Bukan berarti mereka lari dari dunia dan hidup dengan
meminta. Tetapi saat hati mereka mengarah pada dunia, mereka pupus
niatan-niatan dunia tersebut, kemudian ia arahkah hatinya untuk niatan akhirat.
Sehingga tidaklah ia mencari rizki, makan, tidur dan seluruh aktifitas mereka
kecuali untuk akhiratnya.
مَتَاعُ الغُرُوْرِ مَا يُلْهِيْكَ عَنْ
طَلَبِ الْآَخِرَةِ , وَمَا لَمْ يُلْهِكَ فَلَيْسَ بِمَتَاعِ الْغُرُوْرِ وَلَكِنَّهُ
مَتَاعٌ بَلاَغٌ إِلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ
[ Dunia ] adalah kesenangan yang menipu jika melalaikanmu
dari mencari akhirat, sedangkan apa saja yang tidak melalaikanmu dari akhirat
bukanlah kesenangan yang menipu, tetapi ia dianggap kesenangan yang
menghantarkan pada sesuatu yang lebih baik (akhirat)" ( Jami' al-Ulum wal
Hikam, hlm 360).
Jika Allah mentaqdirkan kita menjadi orang yang berlebih
dalam hal harta, maka jadilah seperti Rasulullah sallalllahu alaihi wasallam yang
sebenarnya kaya jika beliau mau mengambil bagian harta dari rampasan perang.
Tetapi beliau lebih suka hidup sederhana yang kadang beberapa hari tidak
mengepul asap dirumahnya. Bahkan alas tidur beliau adalah tikar yang
meninggalkan bekas di badan saat setelah memakainya.
Atau seperti Abdurrahman bin ‘Auf. Seorang jutawan dan
milyader yang hartanya dipergunakan untuk perjuangan islam dan menegakkan diin
ini. Beliau tidak menggunakan hartanya untuk kepentingan pribadi dan
bermegah-megahan. Bahkan beliau jarang makan makanan yang lezat karena takut
kenikmatan di akhirat akan terkurangi dengan kenikmatan dunia yang beliau
rasakan. Inilah hakekat zuhud. Yaitu meninggalkan hal-hal yang kurang
bermanfaat dan membahayakan pada kehidupan akhirat.
Cinta pada dunia yang mendalam memang akan membahayakan
akhirat kita. Sebaliknya, cinta akhirat yang mendalam pasti akan membahayakan
dunianya. Dan sebagai seorang mukmin harus lebih mengutamakan yang kekal
dibandingkan yang fana.
Sekarang, dimanakah posisi kita ?. Apakah termasuk dari
sabiqun bil khairat, atau muqtashid ?. yang jelas jangan menjadi yang dhalimun
linafsih, dan kita berusaha untuk menjadi shabiqun bil hairat. Jadikanlah
orientasi hidup kita akhirat, dan jangan menjadikan dunia sebagai orentasi
hidup kita. waAllahu a’lam bis shawab. [ Amru ].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa berikan coment
Terima kasih atas kunjungan anda