Saat Musibah
Banyak Berkah
Musibah memang sesutu yang tidak dicari. Ia datang
menghampiri dalam keadaan suka ataupun tidak suka, siap ataupun tidak siap.
Kadang banyak orang yang gundah gulana dan merasa sempit saat musibah
menghapiri. Berprasangka buruk pada Allah dan bahkan ada yang mengakhiri hidup
dengan bunuh diri. Tak sedikit diantara manusia yang tersesat dengan pergi
kedukun dan meminta untuk disembuhkan penyakitnya. Banyak juga yang mendatangi
tempat-tempat keramat untuk mencari keberkahan walau harus mengorbankan
aqidahnya.
Bagi orang yang beriman, musibah bisa menjadi sebuah nikmat.
Dengan kesabaran dan keyakinan nya bahwa ia akan mendapat balasan pahala di
akhirat. Dan juga kedudukan tinggi yang tidak didapat kecuali melalui ujian
tersebut. Maka musibah yang ia derita menjadi sebuah kenikmatan. Semuanya itu
dikarenakan harapan yang kuat bahwa Allah akan mengganti musibah tersebut
dengan kenikmatan jannah.
Walau demikian, tidak diperbolehkan seseorang berdo’a untuk
mendapatkan musibah. Karena kita diperintah untuk berdo’a agar mendapatkan
keselamatan. Bukan malah berdo’a untuk mendapatkan kecelakaan. Tetapi jika
memang Allah taqdirkan kita harus menanggung musibah, kita harus hadapi dengan
perasaan ridho, kesabaran serta mengharap pahala di akhirat nanti. Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا يَنْبَغِي لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَذِلَّ نَفْسَهُ,
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , وَكَيْفَ يَذِلُّ نَفْسَهُ؟ قَالَ:أَنْ يَتَعَرَّضَ مِنَ
الْبَلاءِ لِمَا لا يُطِيقُ
Tidak selayaknya seorang mukmin untuk menghinakan dirinya.
Dikatan : Ya Rasululallah, bagaimana ia menghinakan dirinya ?. Beliau berkata :
Ia meminta ujian dari apa-apa yang tidak ia sanggupi. [ Shahih sunan Ibnu Majah
: 3243 ].
Tips agar musibah menjadi
nikmat
Memang musibah itu sesuatu yang kurang mengenakkan. Entah
itu hilangnya harta benda, cacatnya anggota badan kita, berpisahnya kita dari
orang-orang yang kita cintai, hilangnya pekerjaan kita dan yang lainnya. Tetapi
semuanya bisa menjadi nikmat jika kita mengetahui tujuan diantara tujuan-tujuan
Allah memberikan musibah tersebut pada kita. Diantara tujuan tersebut adalah ;
Pertama : untuk mengangkat derajad serta kedudukan hamba
pada hari kiamat. Inilah ujian yang
Allah berikan kepada para nabi, shalihin dan orang-orang yang Allah cintai.
Ujian ini diberikan kepada mereka untuk mengangkat derajat dan untuk
mendapatkan pahala yang melimpah di akhirat. Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam bersabda :
عَنْ سَعْدٍ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ
اللهِ ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاءً ؟ قَالَ : الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
، يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ ، فَإِنْ كَانَ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاؤُهُ
، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٍ ابْتُلِيَ عَلَى قَدْرِ ذَلِكَ ، فَمَا تَبْرَحُ
الْبَلايَا بِالْعَبْدِ حَتَّى تَدَعَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ.
Dari Sa’ad berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah,
manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, : “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.
Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu
kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia
akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan
mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari
dosa.” [HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad
(1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402
mengatakan bahwa hadits ini shahih].
Dari hadist ini dapat diambil kesimpulan, bahwa seorang
nabi, ulama’ dan juga orang-orang shalih tidak mungkin lepas dari ujian. Jika
ada seorang ulama’ dan orang shalih yang tidak pernah mendapatkan ujian berupa
cemoohan dari kaumnya atau tekanan dari orang-orang yang tidak senang terhadap
dakwah mereka, hakekatnya mereka belum masuk golongan ulama’ yang ‘amilin fi
sabilillah. Dan hendaknya ia melihat, sudah benarkah pemahan dan aqidahnya
sehingga jalan yang ia tempuh landai-landai saja tanpa hambatan dan rintangan.
Dari hasit ini juga kita bisa ambil kesimpulan bahwa ujian
dapat menghapuskan dosa-dosa kita hingga seorang hamba berjalan dimuka bumi
bersih dari dosa.
Kedua : untuk menyaring orang-orang yang beriman dan
memisahkan antara yang baik dengan yang jelek. Banyak orang yang mengaku telah
beriman dan siap mengamalkan serta memperjuangkannya. Tetapi ketika datang
ujian berupa benturan-benturan yang bertubi-tubi, diantara mereka ada yang
gugur ditengah jalan. Ia mulai uzdur untuk ikut dalam perjungan tersebut. Dalam
hal ini Allah Ta’ala berfirman :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ* وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?.
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. [ QS. Al Ankabut : 2-3 ].
Pada ayat ini ada sebuah pertanyaan yang tidak perlu
jawaban. Bahwa tidak mungkin Allah Ta’ala membiarkan seseorang mengucapkan,
kami telah beriman sedangkan ia tidak diuji. Maka orang yang telah menyatakan
beriman dan mengikuti jalan para nabi serta rasul dan jalan yang lurus, pasti
akan diuji sehingga terbukti pengakuannya. Dengannya pula, Allah Ta’ala
mengatahui orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang
dusta.
Ketiga : untuk memberi hukuman kepada orang-orang yang
berbuat dosa. Yang mendapatkan musibah disini bisa jadi masih termasuh dari
ummat islam atau juga orang-orang musyrik dan kafir. Jika itu terjadi pada
orang-orang islam, maka itu bagian dari peringatan Allah Ta’ala agar mereka
kembali sadar dan bertaubat dari perbutan dosanya. Akan tetapi jika musibah itu
ditujukan pada orang-orang kafir, adalah bagian dari adzab Allah pada mereka
sebelum adzab yang pedih nanti diakhirat. Allah Ta’ala berfirman :
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً
أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا
تَدْمِيراً
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. [ QS. Al Isra’ : 16 ].
Makna dari ayat tersebut adalah, kami perintahkan mereka
untuk taat, akan tetapi mereka malah berbuat dosa. Maka sudah sepantasnya bagi
mereka mendapat hukuman. [ Tafsir ibnu katsir ].
Jika musibah yang menimpa seseorang ada yang tujuannya
balasan atas perbuatan dosa dan juga ada yang untuk menaikkan derajad
seseorang, maka seseorang harus jeli, dimanakah posisi dia saat mendapatkan
musibah. Apakah musibah tersebut peringatan dari Allah Ta’ala, atau musibah
tersebut sebagai penghapus dosanya ?. jika ia salah dalam menempatkannya, akan
terjadi musibah besar pada dirinya, yaitu tambah jauhnya ia dari Allah Ta’ala.
Disaat seseorang mendapatkan musibah, banyak diantara mereka
yang berburuk sangka pada Allah. Ia menggerutu dan tidak sabar serta mengatakan
“ kenapa Allah memberi saya musibah ini !. Padahal saya tidak melaksanakan dosa
pada Allah Ta’ala”. Dia tidak sadar bahwa musibah tersebut adalah penghapus
dosa-dosanya di dunia dan menaikkan derajadnya di akhirat.
Yang lainnya ada juga kelompok yang selalu melakukan
kemaksiatan dan perbuatan dosa pada Allah Ta’ala. Saat musibah menghampirinya,
ia berbaik sangka pada pada dirinya. Ia meyakini bahwa musibah tersebut adalah
sarana menaikkan derajadnya di akhirat sebagaimana musibah yang menimpa para
nabi dan orang-orang shalih. Ketahuilah wahai saudaraku. Ini buah dari
ketidaktahuan mereka terhadap tujuan dari musibah.
Kita harus jeli melihat diri kita. Apakah ujian yang menimpa
kita sebagai peringatan atas dosa-dosa kita, atau ia sebagai sarana untuk
menaikkan derajad kita dihadapan Allah Ta’ala. Jika ujian menghampiri pada saat
kita melakukan dosa, ketahuilah, ia adalah peringatan dan hukuman. Tetapi jika
musibah datang saat kita melakukan ketaatan dan mengamalkan islam kita,
insyaAllah ia adalah sarana untuk menaikkan derajad kita, jika kita bersabar
dan mengharap pahala dari-Nya.
Sebagai penutup, marilah kita renungi perkatan Ibnul Qoyyim
dalam al jawabul kaafi. Beliau berkata : Disinilah permasalah yang sangat rumit
dalam masalah dosa. Yaitu mereka yang tidak dapat merasakan akibat dosa pada
dirinya. Dan kadang-kadang hukuman dari dosa itu diakhirkan sehingga mereka
lupa. Persis sebagaimana perkataan sya’ir :
Jika tidak berdebu tembok saat dipukul
Maka tidak lagi ada debu setelah pukulan tersebut.
subhanaAllah. Berapa banyak nikmat yang hilang dari kita?.
Dan berapa banyak musibah yang menimpa kita?. Tetapi sedikit yang sadar dari
kita bahwa itu adalah peringatan dari Allah agar kita kembali pada-Nya. Kembali
pada jalan yang lurus dan bertaubat atas dosa-dosa kita. Semoga Allah Ta’ala
menfaqihkan kita pada musibah yang menimpa kita. [ Amru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa berikan coment
Terima kasih atas kunjungan anda