Desember 07, 2011

Saat Musibah Banyak Berkah


Saat Musibah Banyak Berkah
Musibah memang sesutu yang tidak dicari. Ia datang menghampiri dalam keadaan suka ataupun tidak suka, siap ataupun tidak siap. Kadang banyak orang yang gundah gulana dan merasa sempit saat musibah menghapiri. Berprasangka buruk pada Allah dan bahkan ada yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Tak sedikit diantara manusia yang tersesat dengan pergi kedukun dan meminta untuk disembuhkan penyakitnya. Banyak juga yang mendatangi tempat-tempat keramat untuk mencari keberkahan walau harus mengorbankan aqidahnya.

Bagi orang yang beriman, musibah bisa menjadi sebuah nikmat. Dengan kesabaran dan keyakinan nya bahwa ia akan mendapat balasan pahala di akhirat. Dan juga kedudukan tinggi yang tidak didapat kecuali melalui ujian tersebut. Maka musibah yang ia derita menjadi sebuah kenikmatan. Semuanya itu dikarenakan harapan yang kuat bahwa Allah akan mengganti musibah tersebut dengan kenikmatan jannah.

Walau demikian, tidak diperbolehkan seseorang berdo’a untuk mendapatkan musibah. Karena kita diperintah untuk berdo’a agar mendapatkan keselamatan. Bukan malah berdo’a untuk mendapatkan kecelakaan. Tetapi jika memang Allah taqdirkan kita harus menanggung musibah, kita harus hadapi dengan perasaan ridho, kesabaran serta mengharap pahala di akhirat nanti. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

لا يَنْبَغِي لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَذِلَّ نَفْسَهُ, قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , وَكَيْفَ يَذِلُّ نَفْسَهُ؟ قَالَ:أَنْ يَتَعَرَّضَ مِنَ الْبَلاءِ لِمَا لا يُطِيقُ
Tidak selayaknya seorang mukmin untuk menghinakan dirinya. Dikatan : Ya Rasululallah, bagaimana ia menghinakan dirinya ?. Beliau berkata : Ia meminta ujian dari apa-apa yang tidak ia sanggupi. [ Shahih sunan Ibnu Majah : 3243 ].

Tips agar musibah menjadi  nikmat
Memang musibah itu sesuatu yang kurang mengenakkan. Entah itu hilangnya harta benda, cacatnya anggota badan kita, berpisahnya kita dari orang-orang yang kita cintai, hilangnya pekerjaan kita dan yang lainnya. Tetapi semuanya bisa menjadi nikmat jika kita mengetahui tujuan diantara tujuan-tujuan Allah memberikan musibah tersebut pada kita. Diantara tujuan tersebut adalah ;

Pertama : untuk mengangkat derajad serta kedudukan hamba pada hari kiamat.  Inilah ujian yang Allah berikan kepada para nabi, shalihin dan orang-orang yang Allah cintai. Ujian ini diberikan kepada mereka untuk mengangkat derajat dan untuk mendapatkan pahala yang melimpah di akhirat. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ سَعْدٍ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاءً ؟ قَالَ : الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ ، فَإِنْ كَانَ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاؤُهُ ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٍ ابْتُلِيَ عَلَى قَدْرِ ذَلِكَ ، فَمَا تَبْرَحُ الْبَلايَا بِالْعَبْدِ حَتَّى تَدَعَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ.
Dari Sa’ad berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, : “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih].

Dari hadist ini dapat diambil kesimpulan, bahwa seorang nabi, ulama’ dan juga orang-orang shalih tidak mungkin lepas dari ujian. Jika ada seorang ulama’ dan orang shalih yang tidak pernah mendapatkan ujian berupa cemoohan dari kaumnya atau tekanan dari orang-orang yang tidak senang terhadap dakwah mereka, hakekatnya mereka belum masuk golongan ulama’ yang ‘amilin fi sabilillah. Dan hendaknya ia melihat, sudah benarkah pemahan dan aqidahnya sehingga jalan yang ia tempuh landai-landai saja tanpa hambatan dan rintangan.

Dari hasit ini juga kita bisa ambil kesimpulan bahwa ujian dapat menghapuskan dosa-dosa kita hingga seorang hamba berjalan dimuka bumi bersih dari dosa.

Kedua : untuk menyaring orang-orang yang beriman dan memisahkan antara yang baik dengan yang jelek. Banyak orang yang mengaku telah beriman dan siap mengamalkan serta memperjuangkannya. Tetapi ketika datang ujian berupa benturan-benturan yang bertubi-tubi, diantara mereka ada yang gugur ditengah jalan. Ia mulai uzdur untuk ikut dalam perjungan tersebut. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ* وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [ QS. Al Ankabut : 2-3 ]. 

Pada ayat ini ada sebuah pertanyaan yang tidak perlu jawaban. Bahwa tidak mungkin Allah Ta’ala membiarkan seseorang mengucapkan, kami telah beriman sedangkan ia tidak diuji. Maka orang yang telah menyatakan beriman dan mengikuti jalan para nabi serta rasul dan jalan yang lurus, pasti akan diuji sehingga terbukti pengakuannya. Dengannya pula, Allah Ta’ala mengatahui orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang dusta.

Ketiga : untuk memberi hukuman kepada orang-orang yang berbuat dosa. Yang mendapatkan musibah disini bisa jadi masih termasuh dari ummat islam atau juga orang-orang musyrik dan kafir. Jika itu terjadi pada orang-orang islam, maka itu bagian dari peringatan Allah Ta’ala agar mereka kembali sadar dan bertaubat dari perbutan dosanya. Akan tetapi jika musibah itu ditujukan pada orang-orang kafir, adalah bagian dari adzab Allah pada mereka sebelum adzab yang pedih nanti diakhirat. Allah Ta’ala berfirman :

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. [ QS. Al Isra’ : 16 ].

Makna dari ayat tersebut adalah, kami perintahkan mereka untuk taat, akan tetapi mereka malah berbuat dosa. Maka sudah sepantasnya bagi mereka mendapat hukuman. [ Tafsir ibnu katsir ].
Jika musibah yang menimpa seseorang ada yang tujuannya balasan atas perbuatan dosa dan juga ada yang untuk menaikkan derajad seseorang, maka seseorang harus jeli, dimanakah posisi dia saat mendapatkan musibah. Apakah musibah tersebut peringatan dari Allah Ta’ala, atau musibah tersebut sebagai penghapus dosanya ?. jika ia salah dalam menempatkannya, akan terjadi musibah besar pada dirinya, yaitu tambah jauhnya ia dari Allah Ta’ala.

Disaat seseorang mendapatkan musibah, banyak diantara mereka yang berburuk sangka pada Allah. Ia menggerutu dan tidak sabar serta mengatakan “ kenapa Allah memberi saya musibah ini !. Padahal saya tidak melaksanakan dosa pada Allah Ta’ala”. Dia tidak sadar bahwa musibah tersebut adalah penghapus dosa-dosanya di dunia dan menaikkan derajadnya di akhirat.

Yang lainnya ada juga kelompok yang selalu melakukan kemaksiatan dan perbuatan dosa pada Allah Ta’ala. Saat musibah menghampirinya, ia berbaik sangka pada pada dirinya. Ia meyakini bahwa musibah tersebut adalah sarana menaikkan derajadnya di akhirat sebagaimana musibah yang menimpa para nabi dan orang-orang shalih. Ketahuilah wahai saudaraku. Ini buah dari ketidaktahuan mereka terhadap tujuan dari musibah.
Kita harus jeli melihat diri kita. Apakah ujian yang menimpa kita sebagai peringatan atas dosa-dosa kita, atau ia sebagai sarana untuk menaikkan derajad kita dihadapan Allah Ta’ala. Jika ujian menghampiri pada saat kita melakukan dosa, ketahuilah, ia adalah peringatan dan hukuman. Tetapi jika musibah datang saat kita melakukan ketaatan dan mengamalkan islam kita, insyaAllah ia adalah sarana untuk menaikkan derajad kita, jika kita bersabar dan mengharap pahala dari-Nya.

Sebagai penutup, marilah kita renungi perkatan Ibnul Qoyyim dalam al jawabul kaafi. Beliau berkata : Disinilah permasalah yang sangat rumit dalam masalah dosa. Yaitu mereka yang tidak dapat merasakan akibat dosa pada dirinya. Dan kadang-kadang hukuman dari dosa itu diakhirkan sehingga mereka lupa. Persis sebagaimana perkataan sya’ir :

Jika tidak berdebu tembok saat dipukul
Maka tidak lagi ada debu setelah pukulan tersebut.

subhanaAllah. Berapa banyak nikmat yang hilang dari kita?. Dan berapa banyak musibah yang menimpa kita?. Tetapi sedikit yang sadar dari kita bahwa itu adalah peringatan dari Allah agar kita kembali pada-Nya. Kembali pada jalan yang lurus dan bertaubat atas dosa-dosa kita. Semoga Allah Ta’ala menfaqihkan kita pada musibah yang menimpa kita. [ Amru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa berikan coment
Terima kasih atas kunjungan anda