Maret 22, 2012

INGIN KAYa? ya Menikah

Kaya Dengan Menikah
Lebih dari 1400 tahun yang lalu telah turun ayat : (وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ) ... “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. ( An-nur : 32 ) Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan dapat menjadi penyebab kekayaan berdasarkan firman Allah : “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” Tetapi sebagian orang jahiliyah dahulu, karena mereka takut miskin, mereka membunuh dan atau mengubur anak-anak gadis mereka. Oleh karena itu turunlah firman Allah ta’ala : (وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا) “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. ( Al-Israa : 31 ) Maka dalam ayat ini terdapat jaminan dari Allah tentang rizki anak dan orangtua. Sangat wajar bahwa kita semenjak dahulu tidak tahu bahwa ayat ini menyimpan satu mukjizat ilmu, karena seorang yang beriman dia beriman dan yakin kepada kebenaran ayat ini dan tidak ragu bahwa Allah mampu memberi rizki untuknya. Tapi orang yang lemah imannya akan bertanya – tanya : “Darimana Allah memberi saya rizki ?”, Kapan dan bagaimana ?” Dan adapun para ateis, mereka tidaklah percaya dan tidak yakin dengan ayat ini, yang ia percayai adalah bahwa pernikahan atau anak-anak merupakan masalah ekonomi. Oleh karena itu kita dapati bahwa orang-orang barat sangat bersandar dengan doktrin ini dan membatasi keturunan dengan satu atau maksimal dua anak saja.Tapi, tak seorang pun membayangkan dan berfikiran bahwa dengan hanya sekedar menikah, bahwa itu sudah menjadi sarana untuk menambah pendapatan dan penghasilan. Majalah Time Amerika pernah melakukan penelitian di Ohio State University, yang menunjukkan bahwa orang – orang yang telah menikah dan punya anak, pendapatan mereka naik sebesar 16 persen per tahun, berbeda dengan orang – orang yang belum menikah dimana pendapatan mereka hanya naik 8 persen pertahun. Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa manfaat dari pernikahan tidak terbatas hanya pada manfaat yang diketahui sebelumnya dan yang berhubungan dengan rasa ketentraman, tetapi juga untuk pengurangan jumlah kemiskinan di masyarakat. Dua orang peneliti, yaitu Maria Kanchin, peneliti dari University of Wisconsin, dan Deborah Reed, direktur penelitian di Pusat Penelitian Politik Matematika, telah melakukan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam buku "Perubahan Kemiskinan Perubahan Politik", yang membahas tentang rendahnya angka perkawinan dan tingginya tingkat perceraian serta dampaknya terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian menunjukkan bahwa jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan di Amerika Serikat akan naik 2,6 persen karena tingginya kasus perceraian, disamping juga kedua peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa wanita yang sudah menikah memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan untuk menambah pendapatan daripada yang belum menikah. Studi juga menunjukkan bahwa kehadiran suami atau istri di rumah, bisa menambah semangat keduanya, yang menyebabkan produktivitas yang lebih besar bagi mereka dan dengan demikian meningkatkan pendapatan dari pekerjaan mereka. Penelitian ini menyarankan penyediaan tempat untuk penitipan anak-anak di lingkungan kerja, yang mana hal ini akan mendorong perempuan yang belum menikah untuk melakukan metode dan langkah ini, tanpa khawatir terhadap anak-anak mereka, atau menganggap bahwa anak – anak mereka sebagai hambatan bagi perkembangan karir mereka. Ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah sarana untuk meningkatkan pendapatan, dan ini fakta ilmiah dan bukan hanya omong kosong! Dari sini kita bisa menyadari bahwa ayat yang mulia ini mengandung sebuah mukjizat ilmu. Siapakah gerangan yang mengabarkan kepada Nabi bahwa nikah bisa menjadi penyebab seseorang menjadi kaya ? Dialah Allah yang telah berfirman : إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.”. ( An-nur : 32 ) Oleh karena itu, Nabi mengingkari orang yang ingin terus membujang dan tidak menikah seraya beliau bersabda : (النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنَّتي فليس مني) [السلسلة الصحيحة للألباني] “Nikah termasuk Sunnahku, barangsiapa yang tidak melaksanakan Sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku” ( Silsilah Shahihah oleh Albani ) memang saat ini masih banyak orang yang ngentahi dalil dengan logika.. contoh masih ada pemuda manula yang berfikir untuk makan sendiri aja susahnya bukan main , kadang masih ngutang sana sini apalagi punya bini mana cukup??. Dia menggunakan itungan matematika gaji 600 ribu untuk sendiri aja kagak cukup apelagi dimakan ama bini .. padahal dalam ayatnya “ semua mahluk alloh di bumi ini alloh yang menanggung rezekinya” ingat saudara anak istri kita punya rezeki sendiri. Bahkan sudah dibuktikan orang yang menikah rezekinya jadi berlipat ganda. Kadang dapet modal dari keluarga bini, kadang dapet warisan atau kadang istri kita punya usaha yang rejekinya lebih gede dari kita.. yang penting jalaninn aja deh .yakin ama dalil toh membujang bertahun tahun juga nggak bisa kaya .. udah pengalaman hidup susah kagak usah takut jadi orang susah .. insyaaloh alloh akan memberi pertolongan SELAMAT MENCOBA .. eh jangan coba coba SELAMAT MEMBUKTIKAN

PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Dalam penelitian kuantitatif yakni bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman yang tertangkap lewat panca indra untuk kemudian diolah oleh nalar (reason) secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif, diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan yang paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap panca indra (exposed to sensory experience), hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa secara ontologis objek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena) yang dimaksud fenomena disini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang trbetas pada eksternal appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dati fakta yang diperoleh dari panca indra, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksprimen, induksi, dan observasi. Dalam penelitian kuantitatif yakni diyakini sejumlah asumsi sebagai dasar otologisnya dalam melihat fakta atau gejala asumsi-asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1.objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk, struktur, sifat maupun dimensi lainnya. 2.suatu benda atau keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. 3.suatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat dari factor-faktor yang mempengaruhinya. Sejalan dengan penjelasan diatas, secara epistomologi pradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional san emperis. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Adapun yang dimaksud dengan kohrensi berarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, dan yang dimaksud dengan korespondensi berarti sesuai dengan kenyataan emperis. Kerangkan pengembangan ilmu itu dimulai dengan proses perumusan hipotesis yang dideduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus, logico, hipotetico, dan verifikatif. Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu model penelitian humanistic, yang menempatkan manusia sebagai subjek utama dalam peristiwa social budaya, jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) kedalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala social. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekuensi dari sejumlah pandangan atau dokrin yang hiduo dikepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian batasan-batasan atau kompleksitas maka makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terekspresi secara eksplisit. Didalam aliran kualitatif terdapat sejumlah aliran filsapat yang mendasarinya seperti fenomenologi, interaksionisme simbolik, dan etnometodologi. Harus diakui bahwa aliran-aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan, namun demikian ada satu benang merah yag mempertemukan mereka yaitu pandangan yang sama tentang hakikat manusia sebagai subjek yang mempunyai kebebas menentukan pilihan atas dasar system makna yang membudaya pada diri masing-masing pelaku. Bertolak dari posisi diatas, secara ontologis pradika kualitatif berpandangan bahwa fenomena social budaya dan tongkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatar belakanginya, serta tidak dapat disederhanakan dalam hokum-hukum tunggal yang diterministik dan bebas konteks. Dalam interaksionisme simbolis, sebagai salah satu rujukan penelitian kualitatif, lebih dipertegas lagi tentang batasan tingkah laku manusia sebagai objek studi. Di sini ditekankan persefektif pandangan sosiodiskologis yang sasaran utamanya adalah individu dengan kepribadian diri pribadi dan pada interaksi antara pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya. Pardigma kualitatif meyakini bahwa dalam masyarakat terdapat keteraturan itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan keteraturan itu bukan menciptakan atau membuat sendiri batasn-batasannya berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan sistematis untuk menemukan teroi dari kancah bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya secara epistemologis pradigma kualitatif tetap mengakui fakta emperis sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan ferifikasi. Dalam penelitian kualitatif proses penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, karena itu peneliti sebagai instrument pengumpul data merupakan satu prinsip utama hanya dengan keterlibatan peneliti dalam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Khusus dalam proses analisis dan kesimpulan pradigma kualitatif menggunakan indusi analitis (analytic induction) dan ekstra polasi (extra polation). Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data kedalam konsep dan kategori-kategori bukan frekuensi. Jadi symbol-simbol yang digunakan tidak dalam bentuk numeric melainkan dalam bentuk deskripsi yang ditempuh dengan cara mengubah ke formulasi. Sedangkan ekstra polasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus kekasus lainnya. Kemudian dari proses analisis itu dirumuskan suatu pernyataan teoritis. Selain pemaparan diatas pendekatan kualitatif juga menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu) lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan pendekatan kuantitatif membuat peneliti harus mengikuti suatu pola y7ang sesuai dengan karakteristik pendekatan kuantitatif. Implikasi yang terjadi, antara lain pola linear yang terjadi dalam tahap-tahap penelitian, pola linear ini juaga berakibat peneliti juga harus melakukan tahap demi tahap yang ada didalam suatu proses penelitian. Pendekatan kualitataf lebih lanjut mementingkan pada proses dibandingkan hasil akhir oleh karena itu urutan-urutan kegiatan papat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reabilitas dan validitas merupakan syarata mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang kemudia akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberika makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.

Hakekat masalah penelitian, bagaimana cara menemukan permasalahan, dan membuat rumusan masalah

1. Hakekat masalah penelitian Penelitian atau riset adalah terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research adalah berasal dari bahasa Perancis recherche.Intinya hakekat penelitian adalah “mencari kembali”.
Definisi tentang penelitian yang muncul sekarang ini bermacam-macam, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”. Dalam buku berjudul Introduction to Research, T. Hillway menambahkan bahwa penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran yang dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”. Penelitian bisa menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific method). Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak bersinggungan dengan pemikiran kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis, sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific method) adalah hal yang jamak dan disepakati umum dalam penelitian. Metode ilmiah juga dinilai lebih bisa diukur, dibuktikan dan dipahami dengan indera manusia. Penelitian yang menggunakan metode ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific research). 1. Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara, 2006:81). Menurut Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memangada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan mengikuti data. Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti: penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif, penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic, humanistik dan studi kasus. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit. 2. Penelitian Kuantitatif Menurut August Comte (1798-1857) menyatakan bahwa paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme). Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi (Edmund Husserl 1859-1926). Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren besarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif. Tindakan Tindakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam penelitian guna mencapai penelitian yang senpurna. Tindakan ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui dengan jelas bahwa ada beberapa ketentuan dalam melakukan tindakan penelitian. Seperti halnya penelitian kualitatif dan kuantitatif, tindakan termasuk aspek yang perlu dikaji oleh seorang peneliti. Tindakan merupakan salah satu ketentuan dalam penelitian. 2. Bagaimana cara menemukan permasalahan. Pada umumnya guru kurang atau belum menyadari bahwa apa yang dihadapi adalah masalah, dan tidak mempermasalahkan. Biasanya sesuatu baru dianggap sebagai masalah jika guru telah merasa kewalahan, tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi sendiri. Maka cara yang dapat dilakukan guru 1. Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian, kepedulian karena akan mempunyai dampak yang tidak diharapkan terjadi, terutama terkait dengan pembelajaran; seperti intensitas waktu pembelajaran, penyampaian, daya tangkap dan serap siswa, alat/ media pembelajaran, manajemen kelas, motivasi, sikap dan nilai perilaku siswa, dan lain-lain. 2. Kemudian dipilahkan dan diklasifikasikan menurut jenis/ bidang permasalahannya, jumlah siswa yang mengalami, dan tingkat frekuensi timbul. 3. Urutkan dari yang ringan, jarang terjadi, banyaknya siswa mengalami dan masing-masing jenis permasalahannya. 4. Dari setiap urutan ambillah 3-5 masalah dan coba dikonfirmasikan kepada guru yang mengajar mata pelajaran sejenis, baik di dalam sekolah sendiri atau guru di sekolah lain. 5. Jika apa yang dirumuskan ternyata mendapat konfirmasi, maka masalah tersebut memang merupakan masalah yang patut untuk diangkat sebagai calon masalah. 6. Masalah yang telah dikonfirmasi tersebut kemudian dikaji kelayakan dan signifikansiniya untuk dipilih. 7. Pilihlah fokus permasalahan yang terbatas. yang berukuran kecil, yang dapat dicari solusinya dalam waktu singkat yang tersedia untuk melakukan penelitian tindakan. 8. Pilihlah fokus permasalahan yang penting untuk diselesaikan bagi kepentingan guru/dosen dan siswa/mahasiswa, dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas/ruang kuliah. 9. Bekerjalah secara kolaboratif bersama mitra sejawat dalam penelitian ini, tanyalah apakah dia juga pernah menghadapi permasalahan yang semacam dengan masalah yang dihadapi guru/dosen. 10. Sebaiknya fokus permasalahan yang dipilih relevan dengan tujuan dan rencana perkembangan sekolah atau fakultas secara keseluruhan. 3. Bagaimana membuat rumusan masalah. Dalam memformulasikan atau merumuskan masalah, kiranya peneliti perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang biasanya berlaku yaitu dengan memperhatikan: 1. aspek substansi; 2. aspek formulasi; dan 3. aspek teknis. Dari sisi aspek substansi atau isi yang terkandung, perlu dilihat dari bobot atau nilai kegunaan manfaat pemecahan masalah melalui tindakan seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa/mirip yang dihadapi guru, kegunaan metodologik dengan diketemukannya model tindakan dan prosedurnya, serta kegunaan teoritik dalam memperkaya atau mengoreksi teori pembelajaran yang berlaku. Sedang dari sisi orisinalitas, apakah pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan guru sebelumnya. Jika sudah pernah berarti hanya merupakan pengulangan atau replikasi saja. Pada aspek formulasi, seyogyanya masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat interogatif (pertanyaan), meskipun tidak dilarang dirumuskan dalam bentuk deklaratif (pernyataan). Hendaknya dalam rumusan masalah tidak terkandung masalah dalam masalah, tetapi lugas menyatakan secara eksplisit dan spesifik tentang apa yang dipermasalahkan. Dan aspek teknis, menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dipilih. Pertimbangan yang dapat diajukan seperti kemampuan teoritik dan metodologik pembelajaran, penguasaan materi ajar, kemampuan metodologi penelitian tindakan, kemampuan fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana, waktu, tenaga, dan perhatian terhadap masalah yang akan dipecahkan. Oleh karena itu, disarankan untuk berangkat dari permasalahan sederhana tetapi bermakna, guru dapat melakukan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang besar. Analisis Masalah Yang dimaksud dengan analisis masalah di sini ialah kajian terhadap permasalahan dilihat dan segi kelayakannya. Sebagai acuan dapat diajukan beberapa hal berikut. 1. konteks, situasi atau iklim di mana masalah terjadi 2. kondisi-kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah 3. keterlibatan komponen, aktor dalam terjadinya masalah 4. kemungkin adanya alternatif solusi yang dapat diajukan 5. ketepatan dan lama waktu yang diperlukan untuk pemecahan masalah Analisis masalah tersebut dipergunakan untuk merancang rencana tindakan baik dalam menentukan spesifikasi/jenis tindakan, keterlibatan aktor yang berkolaborasi (berperan), waktu dalam satu siklus, identifikasi indikator perubahan peningkatan dan dampak tindakan, cara pemantauan kemajuan, dan lain-lain. Formulasi alternatif solusi yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan hanya mungkin dapat dilakukan jika analisis masalah dapat dilakukan dengan balk.