Desember 25, 2011

Indahnya Rumah Tangga di Bawah Naungan Manhaj Nubuwwah

Rumah Tangga Sebuah Amanah

Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya. Inilah yang dimaksud firman Alloh:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)


Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya”. (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)

Keluarga yang baik merupakan nikmat yang paling agung dan karunia yang palingberharga dan tidak ada yang mampu menghargai dan mengenali nilainya kecuali orang yang telah memiliki keluarga hancur dan rumah tangga berantakan sehingga kehidupan laksana terkurung oleh hawa neraka, dan hari-harinya hampir diwarnai perih dan pilu karena keluarga berantakan.

Bekal Membina Rumah Tangga

Ketahuilah bahwa berbagai macam problem kehidupan dalam rumah tangga sering timbul akibat kebodohan terutama terhadap ilmu agama. Dan sebagai obatnya adalah belajar, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam kepada para sahabat Rodhiyalloohu ‘Anhuma:

“Mengapa mereka tidak bertanya jika tidah tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”. (Hasan, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: 337 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya:572. Dan dihasankan syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud: 337)

Kedunguan hati dari ilmu dan kebisuan lisan dari berbicara dinyatakan sebagai penyakit. Dan obatnya adalah bertanya kepada ulama, sehingga meraih ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang terpancar dari lentera Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in , termasuk perkara yang terkait dengan ma’rifat kepada Alloh, hukum halal-haram, zuhud, kebersihan hati dan akhlaq mulia, serta mengatur kehidupan rumah tangga.

Ilmu yang bermanfaat berfungsi sebagai pemusnah secara tuntas dua penyakit rohani yang paling berbahaya dan menjadi biang penyakit hati yaitu syubhat dan syahwat. Maka sebagai seorang pendidik, sebelum membina keluarganya, harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup. Sehingga dengan bekal ilmu agama yang bermanfaat, semua urusan rumah tangga menjadi mudah dan berdakwah di tengah keluarga menjadi lancar. Apalagi bila ilmu telah meresap ke dalam hati maka akan melenyapkan penyakit syubhat dan syahwat, mencabut kedua penyakit itu sampai ke akar-akarnya. Ibaratnya orang yang sedang minum obat, segala macam kuman akan hancur dan musnah, sementara obat yang paling manjur adalah obat yang cepat meresap ke dalam tubuh dan tidak membuat kuman kebal, tetapi untuk memusnahkan.

Akhlaq Seorang Pendidik

Seorang pembina rumah tangga harus berilmu, berperangai lemah lembut, bersabar dalam mendidik, sehingga akan memberikan kesan yang baik pada keluarga, seperti firman Alloh Subhannahu Ta’ala:

فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡ‌ۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَ‌ۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِ‌ۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran [3]: 159)

Syaikhul islam Ibnu taimiyah Rohimahulloh berkata:

“Hendaknya tidak menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran kecuali setelah memiliki tiga bekal: berilmu sebelum menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, berperangai lemah lembut ketika menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta bersabar setelah menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran.” (al-Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 57)

Hendaknya seorang pendidik paling terdepan dalam memberi contoh karena sangat berat ancaman orang yang tidak konsekuen terhadap ajakannya, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam:

“Nanti pada hari kiamat ada seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka ususnya keluar. Lalu ia berputar-putar di sekitar penggilingan. Kemudian penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyeru kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya dan aku melarang orang dari kemungkaran tetapi aku sendiri mengerjakannya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya: 3267, 7098. Dan Imam Muslim dalam shohih-nya: 7408)

Hadits shohih di atas memberi petunjuk bahwa orang yang mengetahui kebaikan dan kemungakaran lalu melanggarnya lebih berat siksaannya daripada orang yang tidak mengetahuinya karena ia seperti orang yang menghina larangan Alloh dan meremehkan syari’at-Nya, sehingga ia termasuk ahli ilmu yang tidak bermanfaat ilmunya.

Wahai saudaraku, para suami…

Wahai sang suami, sungguh engkaulah pemegang kendali rumah tangga, ikatan pernikahan dan perjanjian yang berat, karena Alloh berfirman:

….. وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا

Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. 4:21)

Anda telah memikul tanggung jawab, memegang amanat dan beban rumah tangga. Hubungan penikahan merupakan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan, maka secara fitroh dan naluri masing-masing memiliki tugas hidup agar kehidupan rumah tangga berjalan normal dan lurus seperti firman Alloh:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّ‌ۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاً‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa’ [4]: 34)

Upayakanlah kendali rumah tangga, terutama isterimu, tetap berada di tanganmu. Jangan bersikap lemah dan tidak berwibawa serta tidak berdaya di hadapan tuntutan dan tekanan isterimu, akhirnya ia menghinamu, memperbudakmu, dan merendahkanmu sehingga kehidupan rumah tanggamu berantakan bagaikan neraka. Begitu pula, jangan engkau menghinanya dan menzholiminya, serta menganggapnya seperti barang tak berguna, sebab sikap semena-mena terhadap orang yang lemah seperti isterimu menunjukkan kerdilnya sebuah kepribadian. Terimalah kebaikan yang telah diberikan kepadamu dengan senang hati dan bersabarlah atas berbagai kekurangannya, serta jangan mengangan-angankan kesempurnaan darinya karena dia diciptakan oleh Alloh dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:

((إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا))
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus bersamamu di atas satu jalan. Jika kamu menikmatinya maka kamu menikmatinya dalam kondisi bengkok, namun bila anda ingin meluruskannya, maka boleh jadi patah dan patahnya adalah talak.” (Shohih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shohih-nya: 3631)

Wahai saudaraku, para isteri…

Setiap kesalahan yang dilakukan seorang isteri, perasaan mengikuti hawa nafsu, sikap terlalu cemburu, atau was-was hanya merupakan bisikan setan dan bersumber dari lemahnya iman kepada Alloh, sehingga rumah tangga berubah meikan bagnjadi berantakan laksana neraka dan rumah tangga menjadi porak-poranda bagaikan bangunan disambar halilintar; akibatnya, semua pihak menyesali pernikahan tersebut. Atau boleh jadi karena kesalahan isteri menjadi penyebab talak (perceraian), kemudian jiwa menjadi goncang dan ditimpa kegelisahan yang sangat berat.

Betapa indahnya bila anda meluruskan hati, ahlak, dan tabiat ketika bergaul dengan suami dan kerabat suami anda. Betapa eloknya bila anda selalu menggunakan akal sehat dan kesabaran dalam setiap menghadapi urusan rumah tangga. Betapa mulianya ketika seorang isteri mampu menjadi pendamping setia bagi suami, dan betapa agung kedudukannya di hati sang suami bahkan ia mampu memikat perasaan suami ketika sang isteri berkata: “Aku mendengar dan mentaati”.

Semoga saudariku muslimah mendapa taufiq dan hidayah dengan etika Islam, mau menyempurnakan akal pikiran dengan ilmu dan ma’rifah, dan menyembuhkan hatinya dengan keimanan kepada Alloh, sehingga kehidupan penuh dengan suasana bahagia dan hidup bersama sang suami penuh dengan ketenangan dan ketentraman serta kegembiraan.

Wahai para isteri, tunaikanlah kewajibanmu terhadap suamimu, niscaya engkau akan mendapat kasih sayang dan cintanya!.

Kewajiban Seorang Suami

Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali namun yang terpenting antara lain:

1. Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan pendidikan keluarga serta kebutuhan tempat tinggal

2. Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan kebutuhan di luar kemampuannya, dan tidak boleh membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:

“Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada disisimu bagaikan pelayan, dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji yang jelas.”(Shohih, diriwayatkan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1163 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 1851)

3. Kewajiban non materi seorang suami meliputi menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan mengambil pendapat sang isteri dalam rangka menunaikan kebaikan. Begitu juga, sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya, dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan.

4. Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal sholih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya.

5. Hendaknya mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah tanpa tujuan dan sering berpergian, sering keluar rumah untuk bergadang tanpa manfaat, karena yang demikian itu bisa membawa kehancuran.

6. Hendaknya sang suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya, asal tidak berlebihan.

7. Wanita dalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya keluar ke pasar dan lainnya seorang diri, dan harus menjauhkannya dari tempat yang ikhtilath (bercampur) dan kholwah (berduaan/menyepi) dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami harus menjauhkan sasuatu yang merusak aqidah dan akhlaq keluarganya, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik.

8. Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka meraih ilmu dan istiqomah dalam beragama sesuai dengan ajaran Alloh

Kewajiban Seorang Isteri

Di antara Kewajiban sebagai Seorang Isteri yang paling utama dan prinsip, antara lain:

1. Mentaati dan mematuhi perintah suami selagi tidak menganjurkan maksiat kepada Alloh, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk bila menganjurkan kepada maksiat dan pelanggaran kepada Alloh, seperti sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:

“Tidak ada ketaatan bagi orang yang bermaksiat kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala”. (Shahih. Diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya: 4840, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1707 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 2865 dengan lafazh Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani.)

2. Dalam bidang materi, seorang isteri harus memberikan pelayanan fisik, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi suami atau rumah tangganya, sehingga ibadah nafilah (sunnah) menjadi gugur demi menunaikan tugas tersebut.

Dari Abu Hurairoh sesungguhnya Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: bersabda:

“Tidak boleh bagi seorang isteri berpuasa (sunnat) sementara suami ada di rumah kecuali atas izinnya (suami), tidak boleh ia mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali atas izinnya (suami), dan setiap harta suami yang diinfaqkan sang isteri tanpa seizinnya, maka sang suami mendapatkan pahala separuh baginya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya: 2066 dan 5360, Imam Muslim dalam Shahih-nya: 2367 dan Abu Dawud dalam Sunan-nya: 1687, 2458).

3. Dalam bidang rohani, seorang isteri harus menjaga perasaan suami dan menciptakan suasana tenang dan kondusif dalam rumah tangga serta membantu meringankan beban dan penderitaan yang menimpa suaminya.

4. Dalam bidang kesejahteraan, seorang isteri harus mengingatkan suami tentang kebaikan, membantu dalam kebajikan dan ketaatan, membantu dalam bidang sosial, menyantuni fakir miskin dan membantu orang-orang yang lemah untuk memenuhi kebutuhan mereka.

5. Dalam bidang pendidikan, seorang isteri harus membantu suami dengan jiwa raga dan menerima segala nasehat dan arahannya. Begitu juga dia harus membantunya dalam mendidik dan meluruskan adab anak-anak serta menghindarkan sikap antipati dan masa bodoh terhadap masa depan pendidikan anak-anak.

6. Hendaklah seorang isteri tidak mengajukan tuntutan nafkah atau lainnya yang memberatkan suami atau mempersulit suami.

7. Tidak berkhianat dalam dirinya, harta benda suami dan rahasia-rahasianya.

Balasan Bagi Rumah Tangga yang Berhasil

Tiada amal sholih yang dianggap sia-sia oleh agama. Setiap kebaikan sekecil apapun pasti mendapat balasan. Setiap benih kebaikan yang disemai di ladang subur, pada musim panen pasti akan memetik hasilnya, maka suami dan isteri yang telah membina rumah tangga yang baik dan mengerahkan berbagai macam pengorbanan untuk mendidik keluarga. Alloh akan memberi balasan yang besar. Cukuplah balasan nikmat baginya berupa sanjungan, pujian, dan pahala yang besar setelah wafatnya, seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Rodhiyalloohu ‘anhu ia berkata bahwa Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Jika manusia meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara,: shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akannya.” (HR. Bukhori 7/247 no.6514, dan Muslim 3/1016 no.1631)

Balasan yang lebih besar lagi, ia dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan kerabatnya dalam satu tempat tinggal di surga, sebagai karunia dan balasan yang baik dari Alloh, seperti firman Allohu ta’ala:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬‌ۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ (٢١)

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. (QS. 52:21)


Pembinaan rumah tangga secara baik, mampu mengangkat martabat, memperbaiki nasib rezeki, mengukir prestasi, memelihara moral generasi, dan menanggulangi dekadensi sehingga membuat hati tenang dan jiwa lapang. Maka pembinaan harus berbasis penumbuhan kesadaran, keimanan, ketaqwaan dan pengendalian diri, serta mampu membentuk suasana damai dan mesra sehingga perasaan kasih sayang tumbuh subur. Allohu musta’an

Anak, perhiasan sekaligus ujian

Anak Adalah Perhiasan dan Juga Fitnah

Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:

ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ

“Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia “(QS. Al-Kahfi:46)
Ya tentu saja, anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Betapa jiwa kita merasa bahagia menyaksikan mereka dan hati pun bergembira saat bercanda ria dengan mereka.

Namun waspadalah, sebab anak adalah fitnah (ujian).

Dan Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:
إِنَّمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَأَوۡلَـٰدُكُمۡ فِتۡنَةٌ۬‌ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُ ۥۤ أَجۡرٌ عَظِيمٌ۬

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. At-Taghaabun:15)

Jangan kita terpedaya!
Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi angkuh dan tidak mensyukuri nikmat Allooh Subhannahu Ta’ala. Ia menjadi angkuh dan berbangga diri karena anaknya, merasa paling tinggi dari orang lain. Ia sombong dan takabbur, bahkan merendahkan orang lain dan berlaku aniaya. Maka hal itu hanya mengantarkannya ke neraka.
Simak firman Allooh Subhannahu Ta’ala berikut ini:

(وَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِى قَرۡيَةٍ۬ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَـٰفِرُونَ (٣٤

(وَقَالُواْ نَحۡنُ أَڪۡثَرُ أَمۡوَٲلاً۬ وَأَوۡلَـٰدً۬ا وَمَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِينَ (٣٥

(قُلۡ إِنَّ رَبِّى يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ (٣٦

وَمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ

(لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِى ٱلۡغُرُفَـٰتِ ءَامِنُونَ (٣٧


Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:”Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya”.

Dan mereka berkata:”Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan di azab”.

Katakanlah:”Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam jannah). (QS. Saba’: 34-37)

Anak, kerap kali mendorong ayah untuk meghalalkan usaha yang haram. Demi masa depan anak katanya…
Ia pun berusaha keras mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, dengan segala cara, sekalipun ia harus mendzhalimi yang lemah, memusuhi manusia atau memutus tali silaturrahim.


Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi kikir dan penakut. Saat ingin bersedekah, setan datang kepadanya seraya berkata,”Anakmu tadi minta ini dan itu! Maka demi anaknya, ia pun urung menginfakkan hartanya di jalan Allooh Subhannahu Ta’ala. Padahal yang diminta oleh anaknya itu bukanlah suatu kebutuhan primer.


Benarlah sabda Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam:
“Sesungguhnya anak bisa membuat seseorang menjadi bakhil, penakut, jahil dan bersedih.” (HR. Al-Hakim (5284) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jaami’(1990))


Ketika ia harus mengatakan kalimat yang hak, ia berfikir dua kali. Ia takut petaka akan menimpa dirinya dan anak kesayangannya. Ia pun memilih diam daripada menyampaikan kebenaran.

Ketika anak jatuh sakit, rasa iba mendorong orang tua bertindak bodoh, melanggar syari’at agama dengan ucapan maupun perbuatannya, mengugat takdir Allooh dan tidak menerima ketetapan-Nya. Ia pun membawa anaknya ke dukun padahal Nabi melarang pebuatannya itu.


Yang parah lagi, ada pula anak yang mendorong orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran, Wallaahul musta’an.


Perhatikanlah orang yang tertipu disebabkan anak-anaknya dan tidak mensyukuri nikmat Allooh ini! Ia adalah seorang kafir Makkah bernama Khalid bin Mughirah. Allooh Subhannahu Ta’ala berkata tentangnya:
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.

Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,

dan anak-anak yang selalu bersama dia,

dan Ku-lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya,

kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.

Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’an).

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (QS. Al-Muddatstsir: 11-17)
Dia adalah lelaki yang dikarunia anak-anak dan Allooh menjadikan ia selalu bersama mereka untuk mengais rizki. Bahkan rizki lah yang mengelilinginya. Dan anak-anaknya senantiasa berada di sisi nya menjadi hiburan baginya. Walau demikian, ia tidak mensyukuri nikmat Allooh, bahkan dibalasnya dengan kekufuran.
Akibatnya, Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:

Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar.

Tahukah kamu apa (naar) Saqar itu

Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.

(Naar Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (QS. Al-Muddatstsir: 26-29)


Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari fitnah (godaan) ini?
Jadikanlah cinta pertama kita untuk Allooh Subhannahu Ta’ala. Jadikan manusia yang paling kita cintai adalah Rosul-Nya dan bertakwalah kepada Allooh dalam mengurus mereka.


Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam mengajarkan bahwa di antara yang dapat menghapuskan keburukan akibat godaan anak adalah mengerjakan sholat, puasa, shodaqoh dan beramar ma’ruf nahi munkar. Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam bersabda:
“Gangguan menimpa seseorang disebabkan keluarga, harta, anak, diri dan tetangganya dapat dihapuskan oleh puasa, sholat, shodaqoh dan beramar ma’ruf nahi munkar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Walloohu a’lam bish showab.

Cinta Akhirat

Membangun Jiwa Cinta Akhirat (1)
March 2, 2007. Dikirim dalam Uncategorized | Comments Off
"Barang siapa yang akherat menjadi harapannya, Allah akan menjadikan rasa cukup di dalam hatinya serta mempersatukannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan putuh dan hina. Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya. Allah akan menjadikan kefakiran berada dii depan matanya serta mencerai-beraikannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditetapkan baginya." {Hadits Riwayat Tirmidzi}


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Rosullullah ` Amma ba'd:
Kami mengajak anda untuk bertaqwa kepada Allah k dan menyimak firman-Nya:
"Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat." {Asy-Syuro (42): 20}


"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan." {hud (11): 15}

"…. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", tetapi tiadalah bagian (yang menyenangkan) baginya di akhirat." {Al-Baqoroh (2): 200}

Allah telah menciptakan dunia serta menyimpan bermacam kekayaan, kebaikan dan keindahan di dalamnya; menjadikan kita menyukai sebagian kenikmatannya; sekaligus menghalalkan dan tidak mengharamkannya bagi kita; sebagai wujud kemurahan dan karunia-Nya. Allahkberfirman:

"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan- Nya untuk hamba-hamba- Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik? " {Al-Arof (7): 32}

" Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. " {Al-Mulk (67): 15}

Bukankah Allah juga berfirman:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak ……." {Ali 'Imron (3): 14}

Kemudian Allah menjelaskan bahwa di akherat ada yang lebih baik dari pada dunia beserta kelezatannya tadi:
" Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." {Al-'Ala (87): 17}

Rasulullah mengajarkan kepada para sahabatnya makna sebuah keuntungan dengan kaca amta akherat. Inilah seorang sahabat mulia bernama Shuhaib Ar-Rumi. Ketika itu ia merelakan semua hartanya dirampas oleh orang – orang kafir agar ia bisa leluasa berhijrah. Meskipun begitu, akhirnya Nabi ` sendiri yang menyambut kedatangannya seraya bersabda:

"…..perdagangan yang menguntungkan wahai Abu Yahya… perdagangan yang menguntungkan wahai Abu yahya!" {Hadist Riwayat Muslim}
Jadi, Shuhaib termasuk orang yang beruntung menurut tolak ukur akherat, sebab ia rela menjual dunia yang sementara,ditukar dengan akherat yang abadi.
Satu lagi, Nabi ` mengajarkan kepada kita agar memakai tolak ukur akherat dengan sabdanya: " Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta,tetapi kekayaan sejati ialah kekayaan jiwa" { Hadits Riwayat Muslim}

Menerangkan hadist ini, Ibnu Bathal berkata, "Makna hadits ini ialah: hakekat kekayaan bukanlah banyaknya harta, sebab mayoritas orang yang di lapangkan hartanya oleh Allah, tidak pernah merasa puas dengan –pemberian tersebut. Ia berusaha mencari tambahan tanpa perduli dari mana asalnya. Nah, seolah-olah ia justru menjadi fakir disebabkan ambisinya tersebut. Jadi, kekayaan hakiki adalah kekayaan jiwa; yaitu siapa yang merasa cukup dengan apa yang di anugerahkan kepadanya, Qona'ah (puas) dan ridho dengannya. Ia juga tidak berambisi untuk mencari tambahan terus-menerus, sehingga dia seperti orang kaya."

Karena itulah, seorang mukmin yang yakin serta berjalan di atas manhaj Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya `, menurut rambu-rambu, kriteria-kriteria dan timbangan-timbangan yang lurus, merupakan orang yang bahagia; tidak hanya di dunia, tetapi juda di akherat. Ketahuilah, kriteria-kriteria inilah memotivasinya untuk selalu berorientasi kepad akherat dan senantiasa sibuk hati di dalam memperhatikan akherat. Kitabullah menjadikannya selalu menghidupkan harapan ini, demikian juga sunnah Nabinya ` senantiasa menyibukkannya dengan keinginan ini. Nabi ` bersabda:

"Barang siapa yang akherat menjadi harapannya, Allah akan menjadikan rasa cukup di dalam hatinya serta mempersatukannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan putuh dan hina. Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya. Allah akan menjadikan kefakiran berada dii depan matanya serta mencerai-beraikannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditetapkan baginya." {Hadits Riwayat Tirmidzi}

Maka orang yang mengerti tujuan dirinya diciptakan -yaitu beribadah kepada allah subhanahu wa ta'ala, lantas menjadikan tujuan ini sebagai cita-cita yang menyibukkan dirinya, dan tidak akan bekerja di dunia melainkan berharap tujuan ini terpenuhi; Allahkpasti memudahkan urusan-urusannya yang murni bersifat duniawi dan menghindarkannya dari beban penderitaan dalam mengejar-ngejarnya.

Sementara itu, kita menyaksikan bagaimana orang yang melupakan tujuan penciptaan dirinya, yang menjadikan dunia sebagai tujuan pertama dan terakhirnya dan melulu berfikir tentang keinginan hawa nafsunya, justru dunia lari menjauhinya sedangkan ia menggonggong mengejar-ngejarnya.

Inilah komparasi yang selalu diwasiatkan oleh orang-orang sholeh, satu sama lain.
Ada seorang tabi'in mulia, bernama 'Aun bin 'Abdullah ia berkata:
"Dulu, orang-orang baik satu sama lain menuliskan dan menasehatkan tiga kalimat berikut:
1. Siapa yang beramal untuk akheratnya, Allahkakan mencukupi dunianya.
2. Siapa yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allahk, Allahkakan memperbaiki hubungan dirinya dengan manusia yang lain.
3. Dan siapa yang memperbaiki keadaan batinya, Allahkakan memperbaiki keadaan lahirnya.

Barang siapa akherat menjadi aktivitas yang menyibukkannya dan selalu menjadi harapannya, maka tak akan pernah terlewatkan satu haripun melainkan ia mengingat kemana ia akan kembali. Ia tidak akan melihat urusan dunia kecuali pasti mengaikannya dengan akheret. Ia tidak berkumpul dengan keluarganya kecuali mengingatkannya akan berkumpulnya penduduk surga. Ia tidak mengenakan pakaian kecuali terinhat akan pakaian sutra milik penghuni surga. Ia tidak menyeberangi sebuah jembatan kecuali teringatkan akan titian shiroth di atas neraka jahanam. Ia tidak mendengar suara yang keras melainkan mengingatkannya akan tiupan sangkakala. Ia tidak pernah berbicara tentang suatu pembicaraan, melainkan ada bagian yang terkaitkan dangan akherat."

Nikmatnya Menjadi Pendamba Akherat

Ringkasnya, siapa yang menjadikan akherat sebagai harapannya, pasti ingat akan akherat setiap saat ketika ia sedang bergelut dengan dunia. Anda akan melihat orang seperti ini tidak merasa senang kecuali karena akherat, tidak merasa sedih kecuali karena akherat, tidak ridho kecuali akherat tidak marah kecuali karena akherat, dan tidak berusaha kecuali untuk akherat. Tidak mengherankan kalau ia selalu mengingat-ingat akherat baik dalam bekerja, berjual beli,memberi dan menolak,serta dalam segala urusan. Barang siapa yang keadaannya seperti ini, Alloh akan memberinya tiga kenikmatan dan Nabi ` memberinya tiga kabar gembira, yaitu:

1. Allah Akan Mempersatukannya

Allahkakan memberikan ketenangan dan ketentraman kepadanya. Allah juga akan menghimpun fikirannya serta menjadikannya jarang lupa. Demikian juga keluarganya, mereka akan berkumpul bersamanya. Allah akan menambah perasaan kasih sayang antara dirinya dan keluarganya dan menjadikan mereka begitu menurut kepadanya. Allah juga mempesatukan kerabatnya bersamanya serta menghindarkannya dari perpecahan dan terputusnya hubungan. Ringkasnya, dunia akan disatukan untuk dirinya. Semua itu dan semua yang diinginkannya dalam rangka ketaatan kepada Allah, disatukan padanya, untuknya,dan sekelilingnya. Hati manusia akan berkumpul kepadanya setelah Allah tetapkan ia mendapat kepercayaan dari kalangan penduduk bumi.

2. AllahkAkan Memberikan Kekayaan Hati

Sesungguhnya nikmat kekayaan hati merupakan sebuah nikmat agung. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dia kehendaki dari hamba-hamba- Nya. Mengenai firman Allah:

"……Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik……" {An-Nahl (16): 97}

Ibnu Katsir menafsirkan "Kehidupan yang baik" di ayat ini dengan sikap ridho dan qona'ah (menerima) yang itu merupakan kekayaan mental dan sikap menerima terhadap rezeki yang diberikan, sehingga ia tidak ngotot dalam memburunya.

Sesungguhnya kekayaan bukanlah cincin-cincin emas pada jari tangan, bukan kendaraan, rumah, pakaian, dan perhiasan. Betapa banyak orang yang memiliki semua itu, namun kita saksikan bagaimana harta itu justru menjadikannya tak bisa tidur. Gara-gara pakaian, nikmat tidurnya terampas dari kedua matanya; gara-gara makanan dia harus kehilangan kesempatan-kesempat an berharganya, bahkan mungkin ia disodori berbagai manu makanan, namun tak bisa menikmatinya.

Berbeda dengan orang yang berorientasikan akherat. Kita saksikan ia merasa rela, menerima, bahagia, tersenyum,senang hati, pandangannya teduh, merasa ridho sekaligus diridhoi, tidak ngotot, dan tidak rakus terhadap dunia. Ia mengamalkan sabda Nabinya `: "Bertakwalah kalian pada Allahk, carilah rezeki dengan cara yang baik." {Hadits riwayat Ibnu Majah}

Artinya, berusahalah dengan usaha yang sah sesuai aturan yang dibolehkan dalam mencari rezeki duniawi. Hendaknya manusia tidak menjadikan dunia sebagai obsesinya, sehingga menyibukkan dirinya, tidur dan bangunnya hanya untuk dunia, berfikir dan merencanakan dunia dalam sebagian besar waktu.

Kita juga akan saksikan seorang hamba yang kaya hatinya tidak segan-segan untuk memberikan harta dunianya, tidak merasa sedih kalau ia hilang, sebagaimana tidak merasa sukaria tatkala ia datang:

" (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…. " { Al-Hadid (57): 23}

Anda akan melihat orang ini tidak mengharamkan kesenangan bagi dirinya, tetapai jika kesenangan itu datang, maka kedatangannya semata karena hak Allahk, sebaliknya bila kesenangan itu pergi, maka kepergiannya tak lain karena ketentuan Allah.

Saya memohon kepad Allahk agar menjadikan kesenangan duniawi yang datang kepada kita itu sebagai sarana yang membantu kita dalam mentaati-Nya dan menjadikan kesenangan duniawi yang hilang dari kita adalah keburukan yang ingin Allah jauhkan dari kita.

3. Dunia Akan Datang Dalam Keadaan Tunduk

Ini merupakan nikmat ketiga yang Allah berikan kepada hamba tadi. Dunia ini memang mengherankan; semakin anda kejar, semakin ia lari menjauh dari anda, tetapi kalau anda berpaling darinya, ia justru mengejar anda. Ini bukan sekedar teori. Banyak orang sholih ketika menceritakan keadaan kehidupan duniawinya, mengatakan, "Kami sibuk dengan agama kami dan dunia dengan sendirinya datang kepada kami." Persis sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Jauziv ketika beliau mengatakan, "Dunia itu ibarat bayangan, jika anda berpaling dari bayangan, ia justru menguntit anda, tetapi jika anda mencari-carinya, ia justru malas mendatangi anda."

Oleh karena itu, para pendamba akherat yang hatinya sibuk dengan akherat akan didatangi oleh dunia atas izin Allah, kemudian dunia akan meliputinya. Maka orang yang berakal akan menghadapkan dirinya kepada akherat dan dunia pun akan mendatanginya dengan sukarela. Sesungguhnya dunia itu berasal dari Allah, sementara akherat itu kembali menghadap Allah. Barangsiapa yang mencari akherat, Allah akan mengutus dan mengirim dunia kepadanya.

Akibat Buruk Pendamba Dunia

Adapun orang yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, kemudian berpikir dan bekerja semata-mata untuk dunia, perhatiannya hanya tertuju pada dunia yang memang itu tujuannya, ia merasa ridho, marah,suka dan benci disebabkan dunia, senyuman dan celaanya hanya karena dan untuk dunia, maka orang seperti ini hendaknya mengerti bahwa Alla akan menyiksanya dengan tiga hukuman, yaitu:

1. Allah Akan Menceraiberaikannya

Tidak ada sesuatupun yang mengelilinginya kecuali Allah jadikan tercerai-berai. Tidak mengherankan kalau anda akan melihat perasaannya tak karuan, pikirannya goncang dan sering frustasi gara-gara urusan duniawi yang sebenarnya sepele. Ia akan melihat harta, keluarga dan sanak familinya menjauh darinya, meskipun ia melihat mereka berada di depan mata. Ada segolongan manusia yang memiliki hampir seluruh kenikmatan dunia , pada waktu yang sama kita menyaksikan anak-anaknya hanya bisa terus berangan-angan akan berkesempatan berjumpa dengannya meski hanya satu menit. Para pegawainya justru lebih sering melihatnya dibanding anak-anaknya sendiri. Ini semua karena dunia telah menjadi tujuan.

Demikian pula anda akan melihat dunia beserta kelezatan dan kemegahannya, juga berbagai menu makanan lezat berada didepan matanya, tetapi ia tidak menyentuhnya sedikitpun. Ia makan laksana makannya orang melarat, entah karena penyakit yang ia derita ataupun sebab yang lain. Kadang-kadang makanan itu tidak mencapai kerongkongannya, meskipun hanya sedikit bukan karena sakit tetapi karena memikirkan beban ambisi duniawi dan padatnya kesibukan. Diantara mereka (terutama dikalangan wanita) ada yang tertekan oleh rasa khawatir terhadap kecantikan dan penampilannya yang menawan, lalu ia makan seperti makannya orang- orang miskin, padahal meja hidangan terbentang penuh dengan berbagai menu makanan. Kondisi seperti ini, apalagi kalau bukan sebuah bentuk kesemrawutan?

2. Kemiskinan Akan Selalu Menghantuinya

Akibatnya, ia tidak bisa merasakan sikap Qonaáh (puas dan menerima) sampai kapanpun meskipun ia berkecukupan. Ia selalu saja merasa butuh, menjulur-julurkan lidahnya, mengejar gemerlapnya dunia dan perhiasanya yang sebenarnya itu hanya akan menambah kepayahan, kegundahan serta kerisauannya. Ketika dikatakan kepadanya:"Ada orang yang membutuhkan bantuan", tentu ia tidak memberinya, kalau toh memberi hanya sedikit dibandingkan dengan harta yang ia miliki. Lain tatkala salah seorang anaknya meminta alat-alat mainan dan bernilai mungkar, tentu akan ia berikan, seberapa pun mahalnya, asal keinginan anaknya itu terpenuhi. Anda akan melihat orang seperti ini begitu sayang kalua hartannya berkurang. Ia begitu mudah menghamburkannya untuk hal yang sia-sia, memenuhi syahwat dan perbuatan haram, tetapi begitu pelit dan bakhil serta kekurangan untuk bersedekah dan berbuat baik.

Termasuk kasus yang mengherankan, ada sebagian manusia yang telah Allah cukupi dengan keluasan karuni-Nya, tetapi kalau diminta untuk turut andil dalam pembangunan sebuah masjid,misalnya, atau membiayai seorang daí, membantu sebuah keluarga, atau membiayai anak-anak yatim, ia beralasan hartanya hanya sedikit dan tak sanggup melakukannya. Pada saat yang sama, kalau ada tawaran untuk melakukan taour keberbagai negara dunia, mengunjungi pemandangan- pemandangan haram serta suasana-suasana yang tidak diridhoi Allah yang ada disana, tentu uang beribu-ribu bahkan beratus-ratus ribu sangat remeh untuk memenuhinya. Sungguh, dialah orang fakir sejati.

3. Dunia Akan Lari Menjauhinya
Ia megejar-ngejar dunia, padahal dunia justru menjauh darinya; Ia berlari membuntuti dunia, kemudian meminum sebagian darinya seperti orang yang menciduk air laut untuk diminum; setiap kali minum, rasa hausnya semakin bertambah.


Memang di antara mereka ada yang berbuat baik, tetapi mengharap pujian, ketenaran, popularitas, atau sebagai balas jasa. Ia menghabiskan umurnya hanya untuk tujuan tersebut, sayang ternyata semua itu malah menjauhinya, sebagai hukuman yang Allah timpakan kepadanya.

Sahabat Usman bin Affanzberkata: , "Harapan terhadap dunia adalah kegelapan dalam hati, sedang harapan kepada akherat adalah cahaya dalam hati."
Orang yang mau memperhatikan keadaan dua kelompok yang berbeda tadi akan melihat aanya perbedaan yang menakjubkan.

Dalam persoalan ini, manusia terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Orang yang lebih didominasi oleh keinginan akherat, kemudian ia bekerja untuk dunia dengan menggunakan kaca mata akherat, lantas mengertilah ia bahwa dunia hanya sebagai jembatan untuk sampai ke negeri akherat.

Tentu anda akan menganggap tak waras apabila melihat seseorang yang melewati sebuah jembatan yang menghantarkannaya dari satu negeri kenegeri yang lain, kemudia tatkala ia sampai dipertengahan malah menderumkan kendaraannya dan mendirikan tendanya serta menurunkan keluarganya disana seraya mengatakan, "Inilah ujung jalan paling akhir."Apakah anda akan menganggap orang seperti ini sebagai orang yang berakal meskipun sebenarnya ia tertipu dengan pemandangan di sekeliling jalan tersebut?

2. Orang yang lebih di dominasi oleh raya cinta terhaadap dunia sanpai melupakannya dari akherat, hati mereka lebihtersibukkan oleh keinginan duniawi.

3. Orang yang sibuk dengan dunia dan akherat sekaligus, mereka mencampur-adukkan keduanya. Celakanya, golongan seperi ini begitu banyak di jaman sekarang. Sebab mereka tidak berada dalam posisi yang aman tetapi di tepi jurang marabahaya.

Tentang ketiga golongan ini Yahya bi Mua'adz menyebutkan:
"Manusia itu ada tiga: Orang yang akheratnya menjadikannya tak sempat mengurusi dunianya,dan orang yang kehidupan dunianya menjadikannya tak sempat mengurusi akheratnya, dan orang yang sibuk dengan kedua-duanya sekaligus. Yang pertama adalah derajat orang-orang yang beruntung, yang kedua adalah derajat orang –orang yang binasa, sedang yang ketiga adalah derajat orang-orang yang berada dalam marabahaya. (Bersambung ke bagian 2)