Juli 09, 2012

Barokah


Ihsan Muhyiddin
NGALAP (MERAIH) BAROKAH 


Salah satu “akhlaqul karimah” yang menjadi tradisi di dalam jokam adalah apabila ada dua orang jokam yang akan berpisah setelah bertemu, biasanya mereka saling mendoakan, mudah-mudahan Allah paring; aman, selamat, lancar dan barokah (disingkat dlm tulisan menjadi; ASLB), atau kalau doa yang pendek muga2 Allah paring barokah.Yang bahasa Arabnya adalah; barokallohu lakum.

Apakah sebenarnya makna “barokah” ?, sebagian Mufassir (ahli tafsir Al-Qur’an) mengartikan barokah adalah; khoiron katsiron (kebaikan yang banyak). Dengan kata lain barokah adalah kebaikan yang banyak namun tdk semestinya berbentuk materi, contoh; Barokahnya harta yang kita miliki itu bukan karena besar atau banyaknya jumlah harta tsb, akan tetapi lebih pada besarnya manfaat yang bisa kita dapatkan darinya.

Misalnya ada seseorang sebut saja si A pendapatan (gaji) setiap bulannya Rp 1,500,000 (1 juta 500 ribu rupiah) untuk menghidupi dia sekeluarga yg berjumlah 7 orang (suami-istri dan 5 anak) mungkin secara materi pendapatannya sangat kecil dan tidak memadai, tapi karena Allah memberi barokah maka hidupnya tetap bahagia dengan segala keterbatasannya; rumah-tangganya harmonis, anak-anaknya tumbuh sehat menjadi anak yang sholih, pandai mengaji, di sekolah berprestasi dll, maka walupun dg “maisyah” yg minim namun mereka merasakan kebahagiaan hidup bagaikan di surga.

Sebaliknya si B pendapatannya setiap bulan di atas Rp. 100,000,000 (100 juta rupiah) dengan 1 anak saja, tapi rumah tangganya tidak harmonis, si suami punya WIL (wanita idaman lain) istri juga tidak mau kalah cari PIL (pria idaman lain) bahkan cari yg masih "brondong", tdk mau kalah dg artis yg YS, weleh ..weleh…, lebih parah lagi; anak satu-satunya terjerat NARKOBA Naudzubillahi min dzalik !, singkatnya walaupun secara materi berlimpah-limpah tapi karena tdk barokah akhirnya hidupnya tidak bahagia bathinnya menderita bagaikan hidup di neraka.

Setiap benda mempunyai barokah dan kita diajarkan untuk merebut barokah tsb, contohnya Nabi bersabda; Akhiru tho’am barokah; akhirnya makanan adalah barokah, artinya dari sepiring atau dua piring nasi yang kita makan maka barokahnya terdapat pada suapan yang terakhir.

Menurut cerita dari muballigh2 senior; ada salah satu sesepuh kita, yaitu alm. pak Nurzein mempunyai kebiasaan yang dianggap “unik” yaitu ketika makan bersama-sama maka beliau menunggu lauk yang terakhir, ketika tinggal satu lauk, entah tempe atau tahu, atau apa saja maka beliau rela berebut untuk mendapatkannya, ini bukan karena itu adalah lauk favoritnya tapi semata-mata karena beliau ingin mendapat barokahnya lauk terakhir. Allahu A’lam. akhiruttoam barokatun (makanan terakhir ada barokahnya)

Dan diantara ulama’ besar ternyata ada yang mempunyai kebiasaan seumpama hal tersebut (walaupun dengan versi yang berbeda), beliau adalah; imam as-Syafii rahimahullah.

Suatu hari imam Ahmad bin Hambal (781 - 855 M) mengundang imam As-Syafii (767 - 819 M) yang juga merupakan salah satu gurunya (namun kedua ulama’ besar tersebut sebenarnya lebih tepat jika dikatakan saling berbagi ilmu, sebab adakalanya imam As-Syafii belajar kepada imam Ahmad yang usianya jauh di bawahnya).

Kebetulan selama ini putri imam Ahmad penasaran ingin mengetahui kepribadian imam as-Syafii sebab nama ulama’ besar tsb sering disebut-sebut dan disanjung oleh ayahnya, maka sejak kedatangan imam As-Syafii ke rumahnya secara diam-diam putri imam Ahmad tsb memperhatikannya, bahkan untuk itu dia rela tidak tidur semalam suntuk.

Ketika dihidangkan makanan imam As-Sayafii makan banyak dengan lahapnya, setelah menghabiskan jamuan makanan dan waktunya untuk tidur maka imam As-Syafii langsung naik ke atas pembaringan dan tidak turun hingga waktu subuh, berarti imam As-Syafii tidak mengerjakan sholat tahajud yang seharusnya menjadi kebiasaannya orang-orang yang sholih, ketika tiba waktu subuh imam As-Syafii langsung pergi ke Masjid dan sholat berjamaah tanpa berwudhu.

Tiga hal tersebut membuat putri imam Ahmad terheran-heran maka dia melaporkan atau lebih tepat mempertanyakan kepada ayahnya akan tiga hal “tercela” yang dilakukan oleh imam As-Syafii tsb. Mendengar laporan putrinya, Imam Ahmad tidak mau berprasangka buruk kepada tamu sekaligus gurunya tersebut, maka dengan penuh hormat beliau menanyakannya dalam rangka “tabayyun” langsung kepada imam As-Syafii.

Setelah mendengar pertanyaan dari imam Ahmad, dengan tersenyum imam As-Syafii menjawab; Ahmad benar apa yang dikatakan oleh putrimu itu, dan itu semua aku lakukan ada alasannya;

Aku makan banyak di rumahmu, sebab aku tahu bahwa kamu adalah orang yang dermawan dan makanan di rumahmu ini semua dari sumber yang halal, sedangkan makanan dari orang yang dermawan dan dari sumber yang halal itu banyak barokahnya, maka aku makan banyak sebab aku ingin banyak barokah yang masuk ke dalam tubuhku.

Aku tidak sholat tahajud, sebab sejak aku membaringkan badan di tempat tidur (meletakkan kepala di atas bantal) maka seolah-olah kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi (Al-Hadits) terbentang di depan mataku, aku menelaahnya dengan seksama dan hasilnya aku dapat memecahkan 72 masalah fiqh yang bermanfaat bagi umat Islam, sehingga aku tidak sempat mengerjakan sholat tahajud.

Aku tidak wudhu’ ketika akan sholat subuh sebab aku masih suci (belum batal wudhu’) sejak dari sholat isya’ aku tidak memejamkan mata sehingga ketika sholat subuh dengan kalian akut tidak perlu mengulang wudhu’ lagi.

Note : Kisah ini pertama saya dapatkan dari DR. Ibrahim Naseer Al-Basyir salah satu dosen di Ummul Qura Makkah Al-Mukarromah. Dan bisa dijumpai dalam buku-buku biografi Imam As-Syafii.

Demikianlah semoga kisah tauladan di atas ada manfaat dan BAROKAHnya, selanjutnya mari kita bersama-sama merebut BAROKAH, dan muga2 Allah paring BAROKAH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa berikan coment
Terima kasih atas kunjungan anda